Aku Di Gangbang di Sekolah. Namaku Eliza. Cerita ini terjadi saat usiaku
masih 17 tahun. Waktu itu, aku duduk di kelas 2 SMA swasta yang amat
terkenal di Surabaya. Aku seorang Chinese, tinggi 157 cm, berat 45 kg,
rambutku hitam panjang sepunggung. Kata orang orang, wajahku cantik dan
tubuhku sangat ideal.
Namun karena inilah aku mengalami malapetaka di hari Sabtu, tanggal 18
Desember. Seminggu setelah perayaan ultahku yang ke 17 ini, dimana aku
akhirnya mendapatkan SIM karena sudah cukup umur, maka aku ke sekolah
dengan mengendarai mobilku sendiri, mobil hadiah ultahku. Sepulang
sekolah, jam menunjukkan waktu 18:30 (aku sekolah siang, jadi pulangnya
begitu malam), aku merasa perutku sakit, jadi aku ke WC dulu. Karena aku
bawa mobil sendiri, jadi dengan santai aku buang air di WC, tanpa harus
kuatir merasa sungkan dengan sopir yang menungguku.
Tapi yang mengherankan dan sekaligus menjengkelkan, aku harus bolak
balik ke wc sampai 5 kali, mungkin setelah tak ada lagi yang bisa
dikeluarkan, baru akhirnya aku berhenti buang air. Namun perutku masih
terasa mulas. Maka aku memutuskan untuk mampir ke UKS sebentar dan
mencari minyak putih. Sebuah keputusan fatal yang harus kubayar dengan
kesucianku.
Aku masuk ke ruang UKS, menyalakan lampunya dan menaruh tas sekolahku di
meja yang ada di sana, lalu mencari cari minyak putih di kotak obat.
Setelah ketemu, aku membuka kancing baju seragamku di bagian perut ke
bawah, dan mulai mengoleskan minyak putih itu untuk meredakan rasa sakit
perutku. Aku amat terkejut ketika tiba tiba tukang sapu di sekolahku
yang bernama Hadi membuka pintu ruang UKS ini.
Aku yang sedang mengolesi perutku dengan minyak putih, terkesiap melihat
dia menyeringai, tanpa menyadari 3 kancing baju seragamku dari bawah
yang terbuka dan memperlihatkan perutku yang rata dan putih mulus ini.
dan belum sempat aku sadar apa yang harus aku lakukan, ia sudah
mendekatiku, menyergapku, menelikung tangan kananku ke belakang dengan
tangan kanannya, dan membekap mulutku erat erat dengan tangan kirinya.
Aku meronta ronta, dan berusaha menjerit, tapi yang terdengar cuma
“eeemph… eeemph…”.
Dengan panik aku berusaha melepaskan bekapan pada mulutku dengan tangan
kiriku yang masih bebas. Namun apa arti tenaga seorang gadis yang mungil
sepertiku menghadapi seorang lelaki yang tinggi besar seperti Hadi ini?
Aku sungguh merasa tak berdaya. “Halo non Eliza… kok masih ada di
sekolah malam malam begini?” tanya Hadi dengan menjemukan. Mataku
terbelalak ketika masuk lagi tukang sapu yang lain yang bernama bernama
Yoyok. “Girnooo”, ia melongok keluar pintu dan berteriak memanggil
satpam di sekolahku.
Aku sempat merasa lega, kukira aku akan selamat dari cengkeraman Hadi,
tapi ternyata Yoyok yang mendekati kami bukannya menolongku, malah
memegang pergelangan tangan kiriku dengan tangan kanannya, sementara
tangan kirinya mulai meremasi payudaraku. “Wah baru kali ini ada
kesempatan pegang susu amoy.. ini non Eliza yang sering kamu bilang itu
kan Had?” tanya Yoyok pada Hadi, yang menjawab “iya Yok, amoy tercantik
di sekolah ini. Betul gak?” tanya Hadi. Sambil tertawa Yoyok meremas
payudaraku makin keras. Aku menggeliat kesakitan dan terus meronta
berusaha melepaskan diri sambil berharap semoga Girno yang sering kuberi
tips untuk mengantrikan aku bakso kesukaanku tiap istirahat sekolah,
tidak setega mereka berdua yang sudah seperti kerasukan iblis ini.
Tapi aku langsung sadar aku dalam bahaya besar. Yang memanggil Girno
tadi itu kan Yoyok. Jadi sungguh bodoh bila aku berharap banyak pada
Girno yang kalau tidak salah memang pernah aku temukan sedang mencuri
pandang padaku. Ataukah… ?
Beberapa saat kemudian Girno datang, dan melihatku diperlakukan seperti
itu, Girno menyeringai dan berkata, “Dengar! Kalian jangan gegabah.. non
Eliza ini kita ikat dulu di ranjang UKS ini. Setelah jam 8 malam,
gedung sekolah ini pasti sudah kosong, dan itu saatnya kita berpesta
kawan kawan!”. Maka lemaslah tubuhku setelah dugaanku terbukti, dan
dengan mudah mereka membaringkan tubuhku di atas ranjang UKS. Kedua
tangan dan kakiku diikat erat pada sudut sudut ranjang itu, dan dua
kancing bajuku yang belum lepas dilepaskan oleh Hadi, hingga terlihat
kulit tubuhku yang putih mulus, serta bra warna pink yang menutupi
payudaraku. Aku mulai putus asa dan memohon “Pak Girno.. tolong jangan
begini pak..”. Ratapanku ini dibalas ciuman Girno pada bibirku. Ia
melumat bibirku dengan penuh nafsu, sampai aku megap megap kehabisan
nafas, lalu ia menyumpal mulutku supaya aku tak bisa berteriak minta
tolong. “Non Eliza, tenang saja. Nanti juga non bakalan merasakan surga
dunia kok”, kata Girno sambil tersenyum memuakkan. Kemudian Girno
memerintahkan mereka semua untuk kembali melanjutkan pekerjaannya, dan
mereka meninggalkanku sendirian di ruang UKS sialan ini. Girno kembali
ke posnya, Hadi dan Yoyok meneruskan pekerjaannya menyapu beberapa
ruangan kelas yang belum disapu. Dan aku kini hanya bisa pasrah menunggu
nasib.
Aku bergidik membayangkan apa yang akan mereka lakukan terhadapku. Dari
berbagai macam cerita kejahatan yang aku dengar, aku mengerti mereka
pasti akan memperkosaku ramai ramai. Sakit perutku sudah hilang berkat
khasiat minyak putih tadi. Detik demi detik berlalu begitu cepat, tak
terasa setengah jam sudah berlalu. Jam di ruang UKS sudah menunjukkan
pukul 20:00. tibalah saatnya aku dibantai oleh mereka. Hadi masuk,
diikuti Yoyok, Girno, dan celakanya ternyata mereka mengajak 2 satpam
yang lain, Urip dan Soleh. “Hai amoy cantik.. sudah nggak sabar menunggu
kami ya?”, kata Hadi. Dengan mulut yang tersumpal sementara tangan dan
kakiku terikat, aku hanya bisa menggeleng nggelengkan kepala, dengan air
mata yang mengalir deras aku memandang mereka memohon belas kasihan,
walaupun aku tahu pasti hal ini tak ada gunanya. Mereka hanya tertawa
dan dengan santai melepaskan baju seragam sekolahku, hingga aku tinggal
mengenakan bra dan celana dalam yang warnanya pink. Mereka bersorak
gembira, mengerubutiku dan mulai menggerayangi tubuhku, tanpa aku bisa
melawan sama sekali.
Aku masih sempat memperhatikan, betapa kulit mereka itu hitam legam dan
kasar dibandingkan kulitku yang putih mulus, membuatku sedikit banyak
merasa jijik juga ketika memikirkan tubuhku dikerubuti mereka, untuk
kemudian digangbang tanpa ampun..
Aku terus meronta, tapi tiba tiba perasaanku tersengat ketika jari-jari
Girno menyentuh selangkanganku, menekan nekan klitorisku yang masih
terbungkus celana dalam. Aku tak tau sejak kapan, tapi bra yang aku
pakai sudah lenyap entah kemana, dan payudaraku diremas remas dengan
brutal oleh Hadi dan Yoyok, membuat tubuhku panas dingin tak karuan.
Selagi aku masih kebingungan merasakan sensasi aneh yang melanda
tubuhku, Urip mendekatiku, melepas sumpalan pada mulutku, dan melumat
bibirku habis habisan. Ya ampun.. aku semakin gelagapan, apalagi
kemudian Soleh meraba dan membelai kedua pahaku. Dikerubuti dan
dirangsang sedemikan rupa oleh 5 orang sekaligus, aku merasakan gejolak
luar biasa melanda tubuhku yang tanpa bisa kukendalikan, berkelojotan
dan mengejang hebat, berulang kali aku terlonjak lonjak, ada beberapa
saat lamanya tubuhku tersentak sentak, kakiku melejang lejang, rasanya
seluruh tubuhku bergetar.
“oh.. oh… augh.. ngggg.. aaaaaaagh…” aku mengerang dan menjerit
keenakan dan keringatku membanjir deras. Lalu aku merasa kelelahan dan
lemas sekali, dan mereka menertawakanku yang sedang dilanda orgasme
hebat. “Enak ya non? Hahaha… nanti Non pasti minta tambah”. Aku tak
melihat siapa yang bicara, tapi aku tahu itu suara Yoyok, dan aku malas
menanggapi ucapan yang amat kurang ajar dan merendahkanku itu.
Kemudian Girno berkata padaku, “Non Eliza, kami akan melepaskan
ikatanmu. Jika nona tidak macam macam, kami akan melepaskan nona setelah
kami puas. Tapi jika nona macam macam, nona akan kami bawa ke rumah
kosong di sebelah mess kami. Dan nona tahu kan apa akibatnya? Di situ
nona tidak hanya harus melayani kami berlima, tapi seluruh penghuni mess
kami. Mengerti ya non?”. Mendengar hal itu, aku hanya bisa mengangguk
pasrah, dan berharap aku cukup kuat untuk melalui ini semu. “Iya pak.
Jangan bawa saya ke sana pak. Saya akan menuruti kemauan bapak bapak.
Tapi tolong, jangan lukai saya dan jangan hamili saya. Dan lagi, saya
masih perawan pak. Tolong jangan kasar.
Tolong jangan keluarkan di dalam ya?” pintaku sungguh sungguh, dan
merasa ngeri jika aku harus dibawa ke mess mereka. Aku tahu penghuni
mess itu ada sekitar 60 orang, yang merupakan gabungan satpam, tukang
sapu dan tukang kebun dari SMA tempat aku sekolah ini, ditambah dari SMP
dan SD yang memang masih sekomplek, maklum satu yayasan. Daripada aku
lebih menderita digangbang oleh 60 orang, lebih baik aku menuruti apa
mau mereka yang ‘cuma’ berlima ini. Dan aku benar benar berharap agar
tak ada yang melukaiku, berharap mereka tidak segila itu untuk menindik
tubuhku, trend yang kudengar sering dilakukan oleh pemerkosanya…
menindik puting susu korbannya. Aku benar benar takut.
“Hahaha, non Eliza, sudah kami duga non memang masih perawan. Nona masih
polos, dan tidak mengerti kalo kami suka memandangi tubuh nona yang
sexy, dan selalu memimpikan memperawani non Eliza yang cantik ini sejak
non masih kelas 1 SMA. Minggu lalu, ketika non ulang tahun ke 17 dan
merayakannya di kelas, bahkan memberi kami makanan, kami sepakat untuk
menghadiahi non kenikmatan surga dunia. Tenang saja non. Kami memang
menginginkan tubuh non, tapi kami tak sekejam itu untuk melukai tubuh
non yang indah ini. Dan kalo tentang itu tenang non, kami sudah
mempersiapkan semua itu. Seminggu terakhir ini, aqua botol yang non
titip ke saya, saya campurin obat anti hamil. Sedangkan yang tadi, saya
campurin obat anti hamil sekaligus obat cuci perut. Non Eliza tadi sakit
perut kan? Hahaha…” jelas Girno sambil tertawa, tertawa yang memuakkan.
Jadi ini semua sudah direncanakannya! Kurang ajar betul mereka ini. Aku
memberi mereka makanan hanya karena ingin berbagi, tanpa memandang
status mereka. Tapi kini balasannya aku harus melayani mereka berlima.
Aku akan digangbang mereka, dan mereka akan mengeluarkan sperma mereka
di dalam rahimku sepuasnya tanpa kuatir menghamiliku. Lebih tepatnya,
tanpa aku kuatir harus hamil oleh mereka. Membayangkan hal ini, entah
kenapa tiba tiba aku terangsang hebat, dan birahiku naik tak terkendali.
Mereka semua mulai melepas semua pakaian mereka, dan ternyata penis
penis mereka sudah ereksi dengan gagahnya, membuat jantungku berdegup
semakin kencang melihat penis penis itu begitu besar. Girno mengambil
posisi di tengah selangkanganku, sementara yang lain melepaskan ikatan
pada kedua pergelangan tangan dan kakiku. Girno menarik lepas celana
dalamku, kini aku sudah telanjang bulat. Tubuhku yang putih mulus
terpampang di depan mereka yang terlihat semakin bernafsu. “Indah sekali
non Eliza, mem*knya non. Rambutnya jarang, halus, tapi indah sekali”,
puji Girno. Memang rambut yang tumbuh di atas vaginaku amat jarang dan
halus. Semakin jelas aku melihat penis Girno, yang ternyata paling besar
di antara mereka semua, dengan diameter sekitar 6 cm dan panjang yang
sekitar 25 cm. Aku menatap sayu pada Girno. “Pak, pelan pelan pak ya..”
aku mencoba mengingatkan Girno, yang hanya menganguk sambil tersenyum.
Kini kepala penis Girno sudah dalam posisi siap tempur, dan Girno
menggesek gesekkannya ke mulut vaginaku.
Aku semakin terangsang, dan mereka tanpa memegangi pergelangan tangan
dan kakiku yang sudah tidak terikat, mungkin karena sudah yakin aku yang
telah mereka taklukkan ini tak akan melawan atau mencoba melarikan
diri, mulai mengerubutiku kembali.
Kedua payudaraku kembali diremas remas oleh Hadi dan Yoyok, sementara
Urip dan Soleh bergantian melumat bibirku. Rangsangan demi rangsangan
yang kuterima ini, membuat aku orgasme yang ke dua kalinya. Kembali
tubuhku berkelojotan dan kakiku melejang lejang, bahkan kali ini cairan
cintaku muncrat menyembur membasahi penis Girno yang memang sedang
berada persis di depan mulut vaginaku. “Eh.. non Eliza ini.. belum apa
apa sudah keluar 2 kali, pake muncrat lagi. Sabar non, kenikmatan yang
sesungguhnya akan segera non rasakan. Tapi ada bagusnya juga lho, mem*k
non pasti jadi lebih licin, nanti pasti lebih gampang ditembus ya”,
ejeknya sambil mulai melesakkan penisnya ke vaginaku. “Aduh.. sakit pak”
erangku, dan Girno berkata “Tenang non, nanti juga enak”. Kemudian ia
menarik penisnya sedikit, dan melesakkannya sedikit lebih dalam dari
yang tadi. Rasa pedih yang amat sangat melanda vaginaku yang sudah
begitu licin, tapi tetap saja karena penis itu terlalu besar, Girno
kesulitan untuk menancapkan penisnya ke vaginaku, namun dengan penuh
kesabaran, Girno terus memompa dengan lembut hingga tak terlalu
menyakitiku.
Lambat laun, ternyata memang rasa sakit di vaginaku mulai bercampur rasa
nikmat yang luar biasa. Dan Girno terus melakukannya, menarik sedikit,
dan menusukkan lebih dalam lagi, sementara yang lain terus melanjutkan
aktivitasnya sambil menikmati tontonan proses penetrasi penis Girno ke
dalam vaginaku. Hadi dan Yoyok mulai menyusu pada kedua puting
payudaraku yang sudah mengeras karena terus menerus dirangsang sejak
tadi. Tak lama kemudian, aku merasakan selangkanganku sakit sekali,
rupanya akhirnya selaput daraku robek. “Ooooooh… aaaauuuugggh… hngggkk
aaaaaaagh… “Aku menjerit kesakitan, seluruh tubuhku mengejang, dan air
mataku mengalir, dan kembali aku merasakan keringatku mengucur deras.
Aku ingin meronta, tapi rasa sesak di vaginaku membatalkan niatku. Aku
hanya bisa mengerang, dan gairahku pun padam dihempas rasa sakit yang
nyaris tak tertahankan ini. “Aduh.. sakit pak Girno.. ampun”, erangku,
namun Girno hanya tertawa tawa puas karena berhasil memperawaniku, dan
yang lain malah bersorak, “terus.. terus..”. Aku menggeleng gelengkan
kepalaku ke kanan dan ke kiri menahan sakit, sementara bagian bawah
tubuhku mengejang hebat, tapi aku tak berani terlalu banyak bergerak,
dan berusaha menahan lejangan tubuhku supaya vaginaku penuh sesak itu
tak semakin terasa sakit. Namun lumatan penuh nafsu pada bibirku oleh
Urip ditambah belaian pada rambutku serta dua orang tukang sapu yang
menyusu seperti anak kecil di payudaraku ini membuat gairahku yang
sempat padam kembali menyala.
Tanpa sadar, dalam kepasrahan aku mulai membalas lumatan itu. Girno
terus memperdalam tusukannya penisnya yang sudah menancap setengahnya
pada vaginaku. Dan Girno memang pandai memainkan vaginaku, kini rasa
sakit itu sudah tak begitu kurasakan lagi, yang lebih kurasakan adalah
nikmat yang melanda selangkanganku. Penis itu begitu sesaknya walaupun
baru menancap setengahnya, dan urat urat yang berdenyut di penis itu
menambah sensasi yang luar biasa. Sementara itu Girno mulai meracau, “Oh
sempitnya non. Enaknya.. ah.. “ sambil terus memompa penisnya sampai
akhirnya amblas sepenuhnya, terasa menyodok bagian terdalam dari
vaginaku, mungkin itu rahimku. Aku hanya bisa mengerang tanpa berani
menggeliat, walaupun aku merasakan sakit yang bercampur nikmat. Mulutku
ternganga, kedua tanganku mencengkeram sprei berusaha mencari sesuatu
yang bisa kupegang, sementara kakiku terasa mengejang tapi kutahan. Aku
benar benar tak berani banyak bergerak dengan penis raksasa yang sedang
menancap begitu dalam di vaginaku.
Dan setelah diam untuk memberiku kesempatan beradaptasi, akhirnya Girno
memulai pompaanya. Aku mengerang dan mengerang, mengikuti irama pompaan
si Girno.
Dan erangangku kembali tertahan ketika kali ini dengan gemas Urip
memasukkan penisnya ke dalam mulutku yang sedang ternganga ini. Aku
gelagapan, dan Urip berkata “Isep non. Awas, jangan digigit ya!” Aku
hanya pasrah, dan mulai mengulum penis yang baunya tidak enak ini, tapi
lama kelamaan aku jadi terbiasa juga dengan bau itu. Penis itu panjang
juga, tapi diameternya tak terlalu besar disbanding dengan penisnya
Girno. Tapi mulutku terasa penuh, dan ketika aku mengulum ngulum penis
itu, Urip memompa penisnya dalam mulutku, sampai berulang kali melesak
ke dalam tenggorokanku. Aku berusaha supaya tidak muntah, meskupun
berulang kali aku tersedak. Selagi aku bejruang beradaptasi terhadap
sodokan penis si Urip ini, Soleh meraih tangan kananku, menggengamkan
tanganku ke penisnya. “Non, ayo dikocok!”, perintahnya. Penis itu tak
hampir tak muat di genggaman telapak tanganku yang mungil, dan aku tak
sempat memperhatikan seberapa panjang penis itu, walaupun dari kocokan
tanganku, aku sadar penis itu panjang. Aku menuruti semuanya dengan
pasrah, ketika tiba tiba pintu terbuka, dan pak Edy, guru wali kelasku
masuk, dan semua yang mengerubutiku menghentikan aktivitasnya, tentu
saja penis Girno masih tetap bersemayam dalam vaginaku.
Melihat semuanya ini, pak Edy membentak, “Apa apaan ini? Apa yang kalian
lakukan pada Eliza?”. Aku merasa ada harapan, segera melepaskan
kulumanku pada penis Urip, dan sedikit berteriak “Pak Edy, tolong saya
pak. Lepaskan saya dari mereka”. Pak Edy seolah tak mendengarku, dan
berkata pada Girno, “Kalian ini.. ada pesta kok tidak ngajak saya?
Untung saya mau mencari bon pembelian kotak P3K tadi. Kalo begini sih,
itu bon gak ketemu juga tidak apa apa… hahaha…”. Aku yang sempat kembali
merasa ada harapan untuk keluar dari acara gangbang ini, dengan kesal
melanjutkan kocokan tanganku pada penis Soleh juga kulumanku pada penis
Urip. Memang aku harus mengakui, aku menikmati perlakuan mereka, tapi
kalau bisa aku juga ingin semua ini berakhir. Setelah sadar bahwa pak
Edy juga sebejat mereka, semuanya tertawa lega, dan sambil mulai
melanjutkan pompaan penisnya pada vaginaku, Girno berkata, “Pak Edy
tenang saja, masih kebagian kok. Itu tangan kiri non Eliza masih
nganggur, kan bisa buat ngocok punya pak Edy dulu. Tapi kalo soal
mem*knya, ngantri yo pak. Abisnya, salome sih”. Pak Edy tertawa. “Yah
gak masalah lah. Ini kan malam minggu, pulang malam juga wajar kan?”
katanya mengiyakan sambil melepas pakaiannya dan ternyata (untungnya)
penisnya tidak terlalu besar, bahkan ternyata paling pendek di antara
mereka.
Tapi aku sudah tak perduli lagi. Vaginaku yang serasa diaduk aduk
mengantarku orgasme yang ke tiga kalinya. “aaaaagh.. paaak… sayaaa…
keluaaaar….”, erangku yang tanpa sadar mulai menggenggam penis pak Edy
yang disodorkan di dekat tangan kiriku yang memang menganggur.
Pinggangku terangkat sedikit ke atas, kembali tubuhku terlonjak lonjak,
entah ada berapa lamanya tersentak sentak, namun kini cairanku tak
keluar karena vaginaku yang masih sangat sempit ini seolah dibuntu oleh
penis Girno yang berukuran raksasa. Dalam kelelahan ini, aku harus
melayani 6 orang sekaligus. Sodokan sodokan yang dilakukan Girno membuat
gairahku cepat naik walaupun aku baru saja orgasme hebat. Tapi aku tak
tahu, kapan Girno akan orgasme, ia begitu perkasa. Sudah 15 menit
berlalu, dan ia masih memompaku dengan garangnya. Desahan kami bersahut
sahutan memenuhi ruangan yang kecil ini. Kedua tanganku mengocok penis
dari Soleh dan pak Edy, wali kelasku yang ternyata bejat, membuatku
bingung memikirkan apa yang harus kulakukan jika bertemu dengannya mulai
senin besok dan seterusnya saat dia mengajar.
Urip mengingatkanku untuk kembali mengulum penisnya yang kembali
disodokkannya ke kerongkonganku, membuat aku tak sempat terlalu lama
memikirkan hal itu.. Kini aku sudah mulai terbiasa, bahkan sejujurnya
mulai menikmati saat saat tenggorokanku diterjang penis si Urip ini.
Kepasrahanku ini membuat mereka semua semakin bernafsu. Tiba tiba Girno
menarikku hingga aku terduduk, lalu dia tiduran di ranjang, hingga
sekarang aku berada dalam posisi woman on top, dan penis itu terasa
semakin dalam menancap dalam vaginaku. Aku masih tak tahu apa yang ia
inginkan, tiba tiba aku ditariknya lagi hingga rebah dan payudaraku
menindih tubuhnya. Urat penisnya terasa mengorek ngorek dinding
vaginaku. “Eh, daripada satu lubang rame rame, kan lebih nikmat kalo
dua, eh, tiga sekalian, tiga lubang rame rame?” tanya Girno pada yang
lain, yang segera menyetujui sambil tertawa. “Akuuur… “, seru mereka,
dan Urip segera ke belakangku, kemudian meludahi anusku. “Oh Tuhan… aku
akan disandwich.. bagaimana ini..”, kataku dalam hati.
“Jangaaaan…. Jangan di situuu…!!” teriakku ketakutan. Namun seperti yang
aku duga, Urip sama sekali tidak perduli. Aku memejamkan mata ketika
Urip menempelkan kepala penisnya ke anusku, dan yang lain bersorak
kegirangan, memuji ide Girno. “aaaaaagh…” erangku ketika penis Urip
mulai melesak ke liang anusku. Mataku terbeliak, tanganku menggenggam
erat sprei kasur tempat aku aku dibantai ramai ramai, tubuhku terutama
pahaku bergetar hebat menahan sakit yang luar biasa.
Ludah Urip yang bercampur dengan air liurku di penis Urip yang baru
kukulum tadi, tak membantu sama sekali. Rasa pedih yang menjadi jadi
mendera anusku, dan aku kembali mengerang panjang. “aaaaaaaaaaaaagh….
sakiiiiiit…. Jangaaaaan…..”, erangku tanpa daya ketika akhirnya penis
itu amblas seluruhnya dalam anusku. Selagi aku mengerang dan mulutku
ternganga, Soleh mengambil kesempatan itu untuk membenamkan penisnya
dalam mulutku, hingga eranganku teredam. Sial, ternyata penis Soleh ini
agak mirip punya Urip yang sedang menyodomiku. Begitu panjang, walaupun
diameternya tidak terlalu besar, tapi penis itu cukup panjang untuk
menyodok nyodok tenggorokanku. Kini tubuhku benar benar bukan milikku
lagi. Rasa sakit yang hampir tak tertahankan melandaku saat Urip mulai
memompa anusku. Setiap ia mendorongkan penisnya, penis Soleh menancap
semakin dalam ke tenggorokanku, sementara penis Girno sedikit tertarik
keluar, tapi sebaliknya, saat Urip memundurkan penisnya, penis Soleh
juga sedikit tertarik keluar dari kerongkonganku, tapi akibatnya tubuhku
yang turun membuat penis Girno kembali menancap dalam dalam di
vaginaku, ditambah lagi Girno sedikit menambah tenaga tusukannnya,
hingga rasanya penisnya seperti menggedor rahimku. Sedikit sakit memang,
tapi perlahan rasa sakit pada anusku sudah berkurang banyak, dan ketika
rasa sakit itu reda, aku sudah melayang dalam kenikmatan. Hanya 2 menit
dalam posisi ini, aku sudah orgasme hebat, namun aku hanya bisa pasrah.
Tubuhku hanya bisa bergetar, aku tak bisa bergerak banyak karena
semuanya seolah olah terkunci. Dalam keadaan orgasme, mereka tanpa ampun
terus bergantian memompaku, membuat orgasmeku tak kunjung reda bahkan
akhirnya aku mengalami multi orgasme!
Tanpa terkendali lagi, aku mengejang hebat susul menyusul, dan cairan
cintaku keluar berulang ulang, sangat banyak mengiringi multi orgasmeku
yang sampai lebih dari 3 menit. namun semua cairan cintaku yang aku
yakin sudah bercampur darah perawanku tak bisa mengalir keluar,
terhambat oleh penis Girno. Tanganku yang menumpu pada genggaman tangan
Girno bergetar getar. Sementara Soleh membelai rambutku dan Urip meremas
remas payudaraku dari belakang. Sungguh, aku tak kuasa menyangkal.
Kenikmatan yang aku alami sekarang ini benar benar dahsyat, belum pernah
sebelumnya aku merasakan yang seperti ini.
Aku memang pernah bermasturbasi, namun yang ini benar benar membuatku
melayang. Mereka terus menggenjot tubuhku. Desahan yang terdengar hanya
desahan mereka, karena aku tak mampu mengeluarkan suara selama penis
Soleh mengorek ngorek tenggorokanku. Entah sudah berapa kali aku
mengalami orgasme, sampai akhirnya, “hegh.. hu… huoooooooh..”, Girno
melenguh, penisnya berkedut, kemudian spermanya yang hangat menyemprot
berulang ulang dalam liang vaginaku, diiringi dengan keluarnya cairan
cintaku untuk yang ke sekian kalinya. Akhirnya Girno orgasme juga
bersamaan denganku, dan penisnya sedikit melembek, dan terus melembek
sampai akhirnya cukup untuk membuat cairan merah muda meluber keluar
dengan deras dari sela sela mulut vaginaku, yang merupakan campuran
darah perawanku, cairan cintaku dan sperma Girno.
“Oh.. enake rek, mem*k amoy seng sek perawan…” kata Girno, yang tampak
amat puas. Nafasku sudah tersengal sengal. Untungnya, Urip dan Soleh
cukup pengertian. Urip mencabut penisnya dari anusku, dan Soleh tak
memaksaku mengulum penisnya yang terlepas ketika aku yang sudah begitu
lemas karena kelelahan, ambruk menindih Girno yang masih belum juga
melepaskan penisnya yang masih terasa begitu besar untukku. Kini aku
mulai sadar dari gairah nafsu birahi yang menghantamku selama hampir
satu jam ini. Namun aku tidak menangis. Tak ada keinginan untuk itu,
karena sejujurnya aku tadi amat menikmati perlakuan mereka, bahkan
gilanya, aku menginginkan diriku digangbang lagi seperti tadi. Apalagi
mereka cukup lembut dan pengertian, tidak sekasar yang aku bayangkan.
Mereka benar benar menepati janji untuk tidak melukaiku dan menyakitiku
seperti menampar ataupun menjambak rambutku.
Bahkan Girno memelukku dan membelai rambutku dengan mesra dan penuh
kasih saying, setidaknya menurut perasaanku, sehingga membuatku semakin
pasrah dan hanyut dalam pelukannya. Apalagi yang lain kembali
mengerubutiku, membelai sekujur tubuhku seolah ingin menikmati tiap
senti kulit tubuhku yang putih mulis ini. Entah kenapa aku merasa aku
rela melayani mereka berenam ini untuk seterusnya, membuatku terkejut
dalam hati. “Hah? Apa yang baru saja aku pikirkan? Aku ini kan
diperkosa, kok aku malah berpikir seperti itu?” pikirku dalam hati. Tapi
tak bisa kupungkiri, tadi itu benar benar nikmat, belum pernah aku
merasakan yang seperti itu ketika aku bermasturbasi. Lagian, apakah ini
masih bisa disebut perkosaan? Selain aku pasrah melayani apa mau mereka,
aku juga menikmatinya, bahkan sampai orgasme berkali kali.
Lamunanku terputus saat Girno mengangkat tubuhku hingga penisnya yang
sudah mengecil terlepas dari vaginaku. “Non, kita lanjutin ya”, kata
Soleh yang sudah tiduran di bawahku yang sedikit mengkangkang. Aku hanya
menurut saja dan mengarahkan vaginaku ke penisnya yang tegak mengacung.
Aku memegang dan membimbing penis itu untuk menembus vaginaku yang
sudah tidak perawan lagi ini. “Ooh… aaah….”, erang Soleh ketika penisnya
mulai melesak ke dalam vaginaku. Lebih mudah dari punya Girno tadi,
karena diameter penis si Soleh memang lebih kecil. Namun tetap saja,
panjangnya membuat aku sedikit banyak kelabakan. “Ooh.. aduuuuh… “,
erangku panjang seiring makin menancapnya penis Soleh hingga amblas
sepenuhnya dalam vaginaku. Penisnya terasa hangat, lebih hangat dari
punya si Girno yang kini duduk di kursi tengah ruang ini sambil merokok.
Mereka memberiku kesempatan untuk bernafas sejenak, kemudian Urip
mendorongku hingga aku kembali telungkup, kali ini menindih Soleh yang
langsung mengambil kesempatan itu untuk melumat bibirku. Baru aku sadar,
Soleh ini pasti tinggi sekali. Dan rupanya si Urip belum puas dan ingin
melanjutkan anal seks denganku. Kembali aku disandwich seperti tadi.
Namun kali ini aku lebih siap. Aku melebarkan kakiku hingga semakin
mengkangkang seperti kodok, dan… perlahan tapi pasti, anusku kembali
ditembus penis Urip yang amat keras ini, membuat bagian bawah tubuhku
kembali terasa sesak. Walaupun memang tidak sesesak tadi, namun cukup
untuk membuatku merintih mengerang antara pedih dan nikmat.
Kini Hadi dan Yoyok ikut mengepungku. Mereka masing masing memegang
tangan kiri dan kananku, mengarahkanku untuk menggenggam penis mereka
dan mengocoknya. Selagi aku mulai mengocok dua buah penis itu, wali
kelasku yang ternyata bejat ini mengambil posisi di depanku, memintaku
mengoral penisnya. “Dioral sekalian El, daripada nganggur nih”, katanya
dengan senyum yang memuakkan. Tapi aku terpaksa menurutinya daripada
nanti ia berbuat atau mengancam yang macam macam. Kubuka mulutku
walaupun dengan setengah hati, membiarkan penis pak Edy yang berukuran
kecil ini masuk dalam kulumanku. Jadi kini aku digempur 5 orang
sekaligus, yang mana justru membuat gairahku naik tak karuan. Apalagi
Soleh dan Urip makin bersemangat menggenjot selangkanganku, benar benar
dengan cepat membawaku orgasme lagi. “eeeeeemmmmph….”, erangku keenakan.
Tubuhku mengejang, dan kurasakan cairan cintaku keluar, melumasi
vaginaku yang terus dipompa Soleh yang juga merem melek keenakan. Tiba
tiba penis pak Edy berkedut dalam mulutku, dan tanpa ampun spermanya
muncrat membasahi kerongkonganku. Baru kali ini aku merasakan sperma
dalam mulutku, rasanya aneh, asin dan asam. Mungkin karena sudah
beberapa kali melihat film bokep, tanpa disuruh aku sudah tahu tugasku.
Kubersihkan penis pak Edy dengan kukulum, kujilati, dan kusedot sedot
sampai tidak ada sperma yang tertinggal di penis yang kecil itu.
Soleh mengejek pak Edy, “Lho pak, kok sudah keluar? Masa kalah sama
sepongannya non Eliza? Bagaimana nanti sama mem*knya? Seret banget lho
pak”, kata Soleh, yang disambung tawa yang lain. Pak Edy terlihat
tersenyum malu, dan tak berkata apa apa, hanya duduk di sebelah si
Girno. Aku tertawa dalam hati, namun ada bagusnya juga, kini tugasku
menjadi sedikit lebih ringan. Hadi yang juga ingin merasakan penisnya
kuoral, pindah posisi ke depanku, dan mengarahkan penisnya ke mulutku.
Aku mengulum penis itu tanpa penolakan, dan kocokan tangan kananku pada
penis Yoyok kupercepat, mengimbangi cepatnya sodokan demi sodokan penis
Soleh dan Urip yang semakin gencar menghajar vagina dan anusku. Urip
tiba tiba mendengus dengus dan melolong panjang “oooooooouuuuggghh…. “,
seiring berkedutnya penisnya dalam anusku, dan menyemprotkan maninya
berulang ulang. Terasa hangat sekali anusku di bagian terdalam. Kini aku
tinggal melayani 3 orang saja, namun entah aku sudah orgasme berapa
kali. Aku amat lelah untuk menghitungnya. Dan Yoyok menggantikan Urip
membobol anusku. Baru aku sadar, dari genggaman tanganku tadi pada penis
Yoyok, aku tahu penis Yoyok tidak panjang, tapi… diameternya itu..
rasanya seimbang dengan punya si Girno. Oh celaka… penis itu akan segera
menghajar anusku. “ooooh… oooooogh… sakiiiit…”, erangku ketika Yoyok
memaksakan penisnya sampai akhirnya masuk.
Namun seperti yang tadi tadi, rasa sakit yang menderaku hanya
berlangsung sebentar, dan berganti rasa nikmat luar biasa yang tak bisa
dilukiskan dengan kata kata. Aku semakin tersengat birahi ketika Soleh
yang ada di bawahku meremas remas payudaraku yang tergantung di depan
matanya, sementara Hadi menekan nekankan kepalaku untuk lebih melesakkan
penisnya ke kerongkonganku. Di sini aku juga sadar, ternyata penis si
Hadi ini setipe dengan punya Urip atau Soleh.
Dengan pasrah aku terus melayani mereka satu per satu sampai akhirnya
mereka orgasme bersamaan. Dimulai dari kedutan penis Soleh dalam
vaginaku, tapi tiba tiba penis Hadi berkedut lebih keras dan langsung
menyemburkan spermanya yang amat banyak dalam rongga mulutku. Aku
gelagapan dan nyaris tersedak, namun aku usahakan semuanya tertelan
masuk dalam kerongkonganku. Selagi aku berusaha menelan semuanya, tiba
tiba dari belakang Yoyok menggeram, penisnya juga berkedut, kemudian
menyemprotkan sperma berulang ulang dalam anusku, diikuti Soleh yang
menghunjamkan penisnya dalam dalam sambil berteriak penuh kenikmatan.
“Oooooooohh… aaaaaaargh”, seolah tak mau kalah, aku juga mengerang
panjang. Bersamaan dengan berulang kali menyemprotnya sperma Soleh di
dalam vaginaku, aku juga mengalami orgasme hebat. Hadi jatuh terduduk
lemas setelah penisnya kubersihkan tuntas seperti punya pak Edy tadi.
Lalu Soleh yang penisnya masih menancap di dalam vaginaku memeluk dan
lembali melumat bibirku dengan ganas, sampai aku tersengal sengal
kehabisan nafas. Yoyok yang penisnya tak terlalu panjang hingga sudah
terlepas dari anusku, juga duduk bersandar di dinding. Kini tinggal aku
dan Soleh yang ada di atas ranjang, dan kami bergumul dengan panas.
Soleh membalik posisi kami hingga aku telentang di ranjang ditindihnya,
dan penisnya tetap masih menancap dalam vaginaku meskipun mulai lembek,
mungkin dikarenakan penis Soleh yang panjang. Tanpa sadar, kakiku
melingkari pinggangnya Soleh, seakan tak ingin penisnya terlepas, dan
aku balas melumat bibir si Soleh ini.
Pergumulan kami yang panas, menyebabkan Girno terbakar birahi. Tenaganya
yang sudah pulih seolah ditandai dengan mengacungnya penisnya, yang
tadi sudah berejakulasi. Namun ia dengan sabar membiarkan aku dan Soleh
yang bergumul dengan penuh nafsu. Namun penis Soleh yang semakin
mengecil itu akhirnya tidak lagi tertahan erat dalam vaginaku, dan Soleh
pun tampaknya tahu diri untuk memberikanku kepada yang lain yang sudah
siap kembali untuk menggenjotku. Girno segera menyergap dan menindihku,
tanpa memberiku kesempatan bernafas, dengan penuh nafsu Girno segera
menjejalkan penisnya yang amat besar itu ke dalam vaginaku.
Aku terbeliak, merasakan kembali sesaknya vaginaku. Girno yang sudah
terbakar nafsu ini mulai memompa vaginaku dengan ganas, membuat tubuhku
kembali bergetar getar sementara aku mendesah dan merintih merasakan
nikmat berkepanjangan ini. Gilanya, aku mulai berani mencoba lebih
merangsang Girno dengan pura pura ingin menahan sodokan penisnya dengan
cara menahan bagian bawah tubuhnya. Benar saja, dengan tatapan garang ia
mencengkram kedua pergelangan tanganku dan menelentangkannya, membuatku
tak berdaya. Dan sodokan dem sodokan yang menghajar vaginaku terasa
semakin keras. Aku menatap Girno dengan pandangan sayu memelas untuk
lebih merangsangnya lagi, dan berhasil. Dengan nafas memburu, Girno
melumat bibirku sambil terus memompa vaginaku. Kini aku yang gelagapan.
Orgasme yang menderaku membuat tubuhku bergetar hebat, tapi aku tak
berdaya melepaskannya karena seluruh gerakan tubuhku terkunci, hingga
akhirnya Girno menggeram nggeram, semprotan sperma yang cukup banyak
kembali membasahi liang vaginaku.
Girno melepaskan cengkramannya pada kedua pergelangan tanganku, namun
aku sudah terlalu lelah dan lemas untuk menggerakkannya. Ia turun dari
ranjang, setelah melumat bibirku dengan ganas, lalu memberi kesempatan
pada pak Edy yang sudah ereksi kembali. Kali ini, ia terlihat lebih
gembira, karena mendapatkan jatah liang vaginaku, yang kelihatannya
sudah ditunggunya sejak tadi. Dengan tersenyum senang, yang bagiku
memuakkan, ia mulai menggesekkan kepala penisnya ke vaginaku yang sudah
banjir cairan sperma bercampur cairan cintaku. Tanpa kesulitan yang
berarti, ia sudah melesakkan penisnya seluruhnya. Aku sedikit mendesah
ketika ia mulai memompa vaginaku. Namun lagi lagi seperti tadi, belum
ada 3 menit, pak Edy sudah mulai menggeram, kemudian tanpa mampu menahan
lagi ia menyemprotkan spermanya ke dalam liang vaginaku. Yang lain
kembali tertawa, sedangkan aku yang belum terpuaskan dalam ‘sesi’ ini,
memandang yang lain, terutama Hadi yang belum sempat merasakan
selangkanganku. Hadi yang seolah mengerti, segera mendekatiku. Terlebih
dulu ia mencium bibirku dengan dimesra mesrakan, membuatku sedikit geli
namun cukup terangsang juga. Tak lama kemudian, Hadi sudah siap dengan
kepala penis yang menempel di vaginaku, lalu mulai melesakkan penisnya
dalam dalam. Ia terlihat menikmati hal ini, sementara aku sedikit
mengejang menahan sakit karena Hadi cukup terburu buru dalam proses
penetrasi ini. Selagi kami dalam proses menyatu, yang lain sedang
mengejek pak Edy yang terlalu cepat keluar. Ingin aku menambahkan,
penisnya agak sedikit lembek. Tapi aku menahan diri dan diam saja,
karena aku tak ingin terlihat murahan di depan mereka.
Hadi mulai memompa vaginaku. Rasa nikmat kembali menjalari tubuhku.
Pinggangku bergerak gerak dan pantatku sedikit terangkat, seolah
menggambarkan aku yang sedang mencari kenikmatan. Selagi aku dan Hadi
sudah mulai menemukan ritme yang pas, aku melihat yang lain yaitu Yoyok
dan Urip akan pergi ke wc, katanya untuk mencuci penis mereka yang tadi
sempat terbenam dalam anusku. Sambil keluar Urip berkata, “nanti kasihan
non Eliza, kalo mem*knya yang bersih jadi kotor kalo kont*lku tidak aku
cuci”. “iya, juga, kan kasihan, amoy cakep cakep gini harus ngemut
****** yang kotor seperti ini”, sambung Yoyok. Oh.. ternyata mereka
begitu pengertian padaku. Aku jadi semakin senang, dan menyerahkan
tubuhku ini seutuhnya pada mereka. Kulayani Hadi dengan sepenuh hati,
setiap tusukan penisnya kusambut dengan menaikkan pantatku hingga penis
itu bersarang semakin dalam. Tanpa ampun lagi, tak 5 menit kemudian aku
orgasme disusul Hadi yang menembakkan spermanya dalam liang vaginaku,
bersamaan dengan kembalinya Yoyok dan Urip. Namun mereka berdua ini tak
langsung menggarapku. Setelah Hadi kembali terduduk lemas di bawah,
mereka berdua mengerubutiku, tapi hanya membelai sekujur tubuhku,
memberiku kesempatan untuk beristirahat setelah orgasme barusan. Mereka
berdua menyusu pada payudaraku, sambil meremas kecil, membuatku mendesah
tak karuan. Kini jam sudah menunjukkan pukul 21:00 malam. Tak terasa
sudah satu jam aku melayani mereka semua.
Dalam keadaan lelah, aku minta waktu sebentar pada Urip dan Yoyok untuk
minum. Keringat yang mengucur deras sejak tadi membuatku haus. “Sebentar
bapak bapak, saya mau minum dulu ya”, kataku. Kebetulan di tasku ada
sekitar setengah botol air Aqua, sisa minuman yang tadi sore, tapi aku
langsung teringat, minuman itu dicampur obat cuci perut yang mengantarku
ke horor di ruang UKS ini. “Pak Girno. Itu air sudah bapak campurin
obat cuci perut kan? Tolong pak, belikan saya minuman dulu. Tapi jangan
dicampurin apa apa lagi ya pak”, kataku sambil akan turun dari ranjang
untuk mencari uang dalam dompet yang ada di dalam tas sekolahku. Tapi
Girno berkata, “Gak usah non. Saya belikan saja”. Girno pergi ke wc
sebentar untuk mencuci penisnya, kemudian kembali dan mengenakan celana
dalam dan celana panjangnya saja. Lalu ia keluar untuk membeli air minum
untukku. Sambil menunggu, yang lain menggodaku, merayuku betapa
cantiknya aku, betapa putih mulusnya kulit tiubuhku yang indah dan
sebagainya. Aku hanya tersenyum kecil menanggapi itu semua. Tak lama
kemudian, Girno kembali sambil membawa sebotol Aqua, yang segelnya sudah
terbuka. Aku menatapnya curiga, dan bertanya dengan ketus. “Pak, masa
bapak tega mencampuri air minum ini lagi? Nanti kan saya mulas mulas
lagi?”. Girno dengan tersenyum menjawab, “nggak non. Masa lagi enak enak
gini saya pingin non bolak balik ke WC lagi. Ini cuma supaya non Eliza
gak terlalu capek. Buat tambah tenaga non”. Yah.. pokoknya bukan obat
cuci perut, aku akhirnya meminumnya sampai setengahnya, karena aku sudah
semakin kehausan. Tak lupa aku mengambil botol sisa air minum yang tadi
di dalam tasku, dan membuangnya ke tong sampah.
Kemudian aku kembali ke ranjang, menuntaskan tugasku melayani Urip dan
Yoyok. Tiba tiba aku merasa aneh, tubuhku terasa panas terutama wajahku,
keringat kembali bercucuran di sekujur tubuhku. Padahal mereka belum
menyentuhku. Aku langsung mengerti, ini pasti ada obat perangsang yang
dicampurkan dalam minuman tadi. Sialan deh, aku kini semakin
terperangkap dalam cengkeraman mereka. Urip dan Yoyok bergantian memompa
vagina dan mulutku. Awalnya Urip melesakkan penisnya dalam vaginaku,
sementara Yoyok memintaku mengoral penisnya. Karena obat perangsang itu,
sebentar sebentar aku mengalami orgasme, dan tiap aku orgasme mereka
bertukar posisi. Rasa sperma dari banyak orang, bercampur cairan cintaku
kurasakan ketika mengoral penis mereka, dan membuatku semakin
bergairah. Mereka akhirnya berorgasme bersamaan, Yoyok di vaginaku dan
Urip di tenggorokanku. Sedangkan aku sendiri sampai pada titik dimana
aku kembali mengalami multi orgasme. Ada 3 sampai 4 menit lamanya,
tubuhku terlonjak lonjak hingga pantatku terangkat angkat, kakiku
melejang lejang sementara tanganku menggengam sprei yang sudah semakin
basah dan awut awutan. Aku melenguh panjang, kemudian roboh telentang
pasrah, dalam keadaan masih terbakar nafsu birahi, tapi kelelahan dan
nafasku yang tersengal sengal membuatku hanya bisa memejamkan mata
menikmati sisa getaran pada sekujur tubuhku. Kemudian bergantian mereka
terus menikmati tubuhku. Aku sudah setengah tak sadar kerena terbakar
nafsu birahi yang amat hebat, melayani dan melayani mereka semua tanpa
bisa mengontrol diriku.
Akhirnya mereka sudah selesai menikmati tubuhku ketika jam menunjukan
pukul 21:45. Mereka membiarkanku istirahat hingga staminaku sedikit
pulih. Aku bangkit berdiri lalu melap tubuhku yang basah kuyup oleh
keringat dengan handuk dan membersihkan selangkangan dan pahaku yang
belepotan sperma. Dan dengan nakal Girno melesakkan roti hot dog ke
dalam vaginaku. Aku mendesah dan memandangnya penuh tanda tanya, tapi
Girno hanya cengengesan sambil memakaikan celana dalamku, hingga roti
itu semakin tertekan oleh celana dalamku yang cukup ketat. Aku melenguh
nikmat, dan mereka berebut memakaikan braku. Tanganku direntangkan, dan
mereka menutup kedua payudaraku dengan cup bra-ku, memasang kaitannya di
belakang punggungku. Lalu setelah memakaikan seragam sekolah dan rokku,
mereka melingkariku yang duduk di atas ranjang dan sedang mengenakan
kaus kaki dan sepatu sekolahku. Kemudian aku menatap mereka semua, siap
mendengarkan ancaman kalo tidak boleh bilang siapa siapa lah.. ah, kalo
itu sih nggak usah mereka mengancam, memangnya aku sampai tak punya malu
sehingga menceritakan bagaimana aku yang asalnya diperkosa kemudian
melayani mereka sepenuh hati seperti yang tadi aku lakukan?? Dan tentang
kalo mereka ingin memperkosaku lagi di lain waktu, aku juga sudah
pasrah.
“Non Eliza, kami puas dengan pelayanan non barusan. Tapi tentu saja kami
masih menginginkan non melayani kami untuk berikut berikutnya”, kata
Girno. Aku tak terlalu terkejut mendengar hal ini, tapi aku berpura pura
tidak mengerti dan bertanya, “maksud bapak?”. “Non tentu sudah
mengerti, kami masih inginkan servis non di lain hari. Kebetulan, minggu
depan hari kamis tu kan hari terima rapor semester 3. Dua hari sebelum
hari Natal. Tanggal 24 kan libur, kami ingin non Eliza datang ke sini
jam 7 malam untuk melayani kami lagi. Seperti hari ini, non cukup
melayani kami 2 jam saja. Soal pertemuan berikutnya, kita bisa atur lagi
nanti tanggal 24 itu. Non harus datang, karena kalo tidak wali kelas
non bisa memberikan sanksi tegas. Iya kan pak Edy?” jelas Girno panjang
lebar.
Pak Edy mengiyakan dan berkata, “benar Eliza. Saya bisa membuatmu tidak
naik kelas, dengan alasan yang bisa saya cari cari. Jadi sebaiknya kamu
jangan macam macam, apalagi sampai melaporkan hal ini ke orang lain.
Lagipula, saya yakin kamu cukup cerdas untuk tidak melakukan hal bodoh
seperti itu”. Mendengar semuanya ini, aku hanya bisa mengangguk pasrah.
Oh Tuhan.. di malam Natal minggu depan, aku harus bermain sex dengan
enam laki laki yang ada di sekitarku ini…
Dan aku tak bisa menolak sama sekali.. Setelah semua beres, aku
diijinkan pulang. Dalam keadaan loyo, aku berjalan tertatih tatih ke
mobilku, selain sakit yang mendera selangkanganku akibat baru saja
diperawani dan disetubuhi ramai ramai, roti yang menancap pada vaginaku
sekarang ini membuat aku tak bisa berjalan dengan normal dan lancar.
Untungnya tak ada yang melihatku dan menghadangku, akhirnya aku sampai
ke dalam mobil, dan menyetir sampai ke rumah dengan selamat.
Sampai di rumah, sekitar pukul 22:30, aku memencet remote pintu pagar
untuk membuka, lalu aku memasukkan mobilku halaman rumah. Setelah
memencet remote untuk menutup pintu pagar, aku masuk ke dalam rumah,
langsung menuju kamarku. Roti ini benar benar mengganggu sejak aku
menyetir tadi. Rasa nikmat terus mendera vaginaku tak henti hentinya,
karena setiap kaki kiriku menginjak kopling, roti ini rasanya tertanam
makin dalam. Kini hal yang sama juga terjadi setiap aku melangkahkan
kakiku agak lebar. Rasanya kamarku begitu jauh, apalagi aku harus naik
tangga, kamarku memang ada di lantai 2. Akhirnya aku sampai ke kamarku.
Di sana aku buka semua bajuku, lalu pergi ke kamar mandi yang ada di
dalam kamarku, mencabut roti yang sudah sedikit hancur terkena campuran
sperma dan cairan cintaku. Aku menyemprotkan air shower ke vaginaku
untuk membersihkan sisa roti yang tertinggal di dalamnya, sambil sedikit
mengorek ngorek vaginaku untuk lebih cepat membersihkan semuanya.
Rasa nikmat kembali menjalari tubuhku, namun aku tahu aku harus segera
beristirahat. Maka aku segera mandi keramas sebersih bersihnya, kemudian
setelah mengeringkan tubuhku aku memakai daster tidur satin yang
nyaman, dan merebahkan tubuhku yang sudah amat kelelahan ini di
ranjangku yang empuk. Tak lama kemudian aku sudah tertidur pulas,
setelah berhasil mengusir bayangan wajah puas orang orang yang tadi
menggangbang aku.
No comments:
Post a Comment