Beberapa kali aku menggebrak meja yang ada di depanku. Sementara wanita
itu masih terus menutup wajahnya, dia masih terus menangis. Wanita itu
adalah Arum, istriku. Dia sejak tadi sudah menangis, sejak dia mulai
menceritakan apa yang dia alami kepadaku. Cerita yang begitu menyayat
hatiku. Aku benar-benar marah, tapi bukan kepada dirinya, karena aku
tahu dia hanya menjadi korban disini. Aku marah kepada keadaan, dan
orang yang telah membuat Arum menjadi begini.
Namaku Krisna, 29 tahun. Dan istriku, Arum Wardhani, 26 tahun. Kami
belum 2 tahun menikah, dan sampai sekarang belum dikaruniai anak. Aku
bekerja sebagai seorang karyawan di sebuah perusahaan swasta, sedangkan
istriku bekerja sebagai PNS di sebuah dinas pemerintahan di kota kami.
Sedikit tentang istriku, dia adalah wanita yang sangat cantik dan
menawan. Aku sudah memacarinya sejak lama, sejak dia menjadi mahasiswa
baru dan kebetulan saat itu aku yang menjadi pembina di kelompok
ospeknya. Hanya sebulan setelah ospek, dia sudah resmi menjadi pacarku.
Terhitung sampai sekarang, kami sudah hampir 8 tahun bersama. Tapi
selama berpacaran kami tak pernah melakukan hal-hal yang dilarang. Aku
baru benar-benar menyentuh tubuhnya setelah kami sah menjadi suami
istri.
Setelah menikah denganku, Arum memutuskan untuk memakai jilbab. Dia
bilang mau menjaga penampilan dan dirinya, sehingga hanya akulah lelaki
yang berhak atas dirinya. Tentu saja hal itu membuatku semakin
menyayanginya.
Banyak temanku yang merasa iri dengan keberuntunganku bisa mendapatkan
wanita secantik Arum. Akupun juga bersyukur akan hal itu, dan itulah
yang selalu kujaga sampai sekarang. Tapi sayangnya, malam ini, aku
benar-benar merasa menjadi orang yang sangat bodoh, karena gagal menjaga
istriku. Telah ada lelaki lain, yang berhasil memaksanya menyerahkan
tubuhnya. Dan itulah yang saat ini membuatku beberapa kali menggebrak
meja yang ada di depanku.
Arum tadi sudah menceritakan semuanya, dengan sangat detail. Dia
bersumpah tidak ada yang disembunyikan lagi. Aku tahu Arum, dia tidak
mungkin berbohong, dan itulah yang semakin membuatku marah kepada diriku
sendiri.
Cerita ini dimulai dari beberapa minggu yang lalu. Saat itu Arum
terpaksa harus lembur dan pulang agak petang. Sedangkan aku, yang memang
kerja di kantor swasta, memang sudah sering pulang telat. Aku memang
jarang mengantar jemput Arum karena dia membawa kendaraan sendiri,
seperti halnya hari itu.
Sebenarnya saat itu Arum tidak sendiri lemburnya, hampir semua temannya
juga lembur, entah karena mau ada apa, setahuku sih mau ada rapat
tahunan, atau semacamnya lah. Mereka baru selesai sekitar jam 7 malam.
Meskipun tidak terbiasa pulang jam segitu, tapi karena jarak rumah
dengan kantor yang tidak terlalu jauh, dan juga kondisi jalanan yang
cukup terang dan ramai, Arum tak khawatir pulang sendiri.
Setelah berpamitan dengan teman-temannya yang kebetulan tidak ada yang
searah dengan Arum, diapun pulang naik motor maticnya. Tapi baru
beberapa puluh meter meninggalkan gerbang kantornya, tiba-tiba motor
Arum dipepet oleh 2 buah motor yang memaksanya bergerak ke pinggir.
“Berhenti, atau kami bunuh!” bentak seorang diantaranya.
Arum tak bisa melihat dengan jelas wajah keempat orang yang mencegatnya
karena mereka semua memakai penutup wajah. Pria yang membentak tadi juga
menodongkan parang ke arahnya, hingga nyali Arumpun semakin ciut. Mau
tak mau diapun meminggirka motornya, diikuti oleh keempat orang yang
naik 2 motor itu.
“Ampun bang, jangan sakiti saya. Ambil aja motornya, saya jangan diapa-apain.”
“Heh diem lu. Gue yang nentuin bukan elu!!!”
Lagi-lagi digertak seperti itu Arum makin ciut nyalinya. Dia tak berani
berbuat apa-apa, hanya terus berdoa, semoga para begal ini hanya
mengambil motornya, lalu pergi tanpa melukainya.
“Siniin tas lu!!”
Tiba-tiba salah seorang begal yang membawa parang tadi mendekati Arum,
dan merebut tasnya dan langsung mengacak-acak isinya. Handphone Arum
diambil, dompetnya juga, dibuka dan diambil semua uang yang ada. Tapi
anehnya pria itu tak langsung membuang dompet Arum, tapi masih seperti
melihat sesuatu.
“Hmm, Arum Wardhani. Cantik juga foto lu, coba buka helm sama masker lu!!!”
Saat itu Arum memang masih memakai helm dan maskernya. Karena lagi-lagi
ditodong dengan parang, Arumpun menurutku kemauan begal itu. Sementara
salah satu sedang mengancam Arum, ketiga temannya terlihat berjaga-jaga
melihat kondisi, yang entah kenapa malam itu lebih sepi dari biasanya.
Arum berharap ada seseorang atau siapapun yang lewat untuk bisa
menolongnya, tapi sejak tadi dia keluar dari kantornya, tidak ada
satupun kendaraan yang mengarah kesini.
“Woy buruan, mau lu gue bacok?!”
“Ii,, iya bang.”
“Wuiih, beneran cantik rupanya lu ya. Eh bro, gimana kalau kita bawa sekalian ni perek, buat senang-senang malam ini.”
“Wah boleh juga tuh bro, cantik banget, udah lama gue nggak ngewe cewe secantik ini, jilbaban lagi. Udah angkut aja.”
Arum mendadak semakin takut, mengetahui apa yang sedang dibicarakan oleh
para begal itu. Dan saat itu tiba-tiba muncul keberaniannya untuk
membela diri. Dia tak mau sampai jatuh ke para begal itu, dia ingin
melawan mereka, semampunya.
Brak!!!
“Anjing, bangsat!!!”
Dengan sisa keberaniannya, Arum melemparkan helm yang dia pegang
sekerasnya ke wajah begal itu. Diapun langsung lari. Agak susah karena
dia memakai rok panjang sehingga langkahnya tak begitu lebar.
“Kejar dia. Bangsat tuh cewek, gue habisin entar!!”
Arum sempat melihat ke belakang dan keempat pria itu langsung
mengejarnya. Karena panik Arum malah masuk ke sebuah lokasi perkantoran,
berharap ada seseorang disana, minimal petugas keamanan yang bisa dia
mintai tolong, tapi sialnya tidak ada seorangpun disana. Saat hendak
berbalik, ternyata para begal itu sudah berhasil menyusulnya.
“Mau lari kemana lu hah?”
“Ampun bang, tolong ampuni saya.”
“Ampun lu bilang? Lu udah lemparin helm ke muka gue, sekarang minta
ampun? Gue bikin perkosa abis lu, baru gue ampunin. Cepet tangkep
dia!!!”
“Siap boss!”
Dua orang langsung maju menyergap Arum. Arum yang tak bisa apa-apa
dengan mudahnya diringkus oleh kedua penjahat itu. Dia langsung
dijatuhkan ke tanah, dengan kedua kaki dan tangannya dipegangi dengan
kuat oleh kedua pria itu.
“Hahaha, sekarang lu rasain akibatnya. Malem ini, gue nikmatin tubuh lu abis-abisan, haha.”
“Ampun, tolong jangan. Jangaaaan...”
Pria yang dilempar wajahnya dengan helm oleh Arum tadi langsung menindih
tubuh Arum. Arum tak bisa bergerak karena tangan dan kakinya masih
dipegangi. Pria itu dengan leluasa menjamah tubuh Arum.
Breeet...
Dengan sekali tarikan, kancing kemeja seragam Arum langsung lepas semua,
membuat tubuhnya terbuka, dan hanya tertutup oleh bhnya saja. Tak puas
sampai disitu, lelaki itu juga merobek bh Arum dengan parangnya, kini
sempurnalah tubuh bagian depan Arum terbuka.
“Aaaaaaa jangaaaaaaann...”
“Hmmmm nyyymmmm enaak benget nih susu, kenyal, mantap, hahaha.”
Pria itu langsung melumat buah dada Arum yang memang cukup besar dan
masih sekal itu. Dia begitu kasar memperlakukan Arum, sedangkan Arum
hanya bisa berteriak sambil menangis, tanpa bisa melawan karena dia
rasakan cengkraman di kedua kaki dan tangannya semakin erat. Mungkin
mereka yang memegangi Arum ikut bernafsu juga melihat tubuh indahnya
yang terbuka dan sedang dikerjai oleh temannya itu.
“Hei apa apaan ini! Cepat lepaskan wanita itu!”
Tiba-tiba terdengar teriakan seorang pria dari belakang mereka.
“Paa,, paak Jamal, tolong pak..”
Lelaki itu ternyata adalah Jamal, atasan Arum di kantornya. Jamal nampak berdiri dengan wajah penuh amarah.
“Brengsek, gangguin aja. Mau mampus lu?!”
Pria yang tadi mencumbui Arum lalu bangkit dan langsung menyerang Jamal,
tapi terlihat Jalam dengan mudah menghindar, bahkan memukul balik si
begal itu. Pertarungan mereka berlanjut dan Jalam berhasil membuat
parang yang dipegang pria itu terlepas. Saat temannya akan membantu,
tiba-tiba Jamal mengeluarkan pistol dari balik bajunya.
“Kalau masih ingin hidup, cepat tinggalkan tempat ini!” bentak Jamal.
“Jangan mau dibohongi, itu pasti cuma pistol mainan,” ucap si begal kepada temannya.
Dooorrr...
Tiba-tiba Jamal menembakkan pistol itu. Tentu saja keempat begal itu
menjadi ketakutan, dan langsung lari begitu saja. Jamal mengambil parang
yang tadi dibawa begal itu dan membuangnya, berjaga-jaga agar para
begal itu tidak menyerang lagi dengan tiba-tiba.
“Arum, kamu nggak papa?” tanya Jamal mendekat.
Arum buru-buru merapikan pakaiannya, meskipun Jamal sempat sekilas melihat tubuh Arum yang terbuka.
“Ii,, iya, saya nggak papa pak. Terima kasih udah nolongin saya.”
“Ya udah, cepat rapikan baju kamu, kita pergi dari sini.”
Arum kemudian berdiri, dia mengikuti langkah Jamal. Mereka berjalan
menuju ke tempat motor Arum tadi ditinggalkan. Dan ternyata para begal
itu sudah kabur tanpa membawa motor Arum. Tas dan seisinya juga masih
tergeletak disitu, hanya uangnya saja yang raib karena tadi sempat
dimasukan kantong oleh begal itu.
“Kamu bisa pulang sendiri Rum?” tanya Jamal.
“Hemm,,,”
Arum terlihat kebingungan. Sebenarnya dia masih bisa mengendarai
motornya sendiri untuk pulang meskipun masih agak takut. Tapi
masalahnya, kancing baju Arum sudah terlepas semua, kalau dia membawa
motor, dia bingung bagaimana kalau nanti bajunya terbuka dengan bebas.
Rupanya Jamal menyadari hal itu.
“Ya udah, kalau gitu aku anterin kamu pulang aja.”
“Motor saya gimana pak?”
“Tinggal aja dulu, entar aku suruh orang buat ngambil.”
Akhirnya Arumpun diantar oleh Jamal dengan mobilnya. Dalam perjalanan,
tak henti-hentinya Arum berterima kasih pada Jamal, karena kalau lelaki
itu tidak datang tepat waktu, entah apa yang akan terjadi pada dirinya.
“Sekali lagi terima kasih pak Jamal, kalau bapak nggak datang, saya nggak tahu apa jadinya.”
“Udahlah, tadi cuma kebetulan aja aku lewat. Terus aku lihat motor kamu
ada disitu, tas kamu juga berserak isinya, aku curiga ada apa-apa. Dan
bener, aku denger teriakan kamu dari tempat itu tadi, makanya aku
datengin. Untungnya aku bawa senjata ini, jadi bisa buat nakutin
mereka.”
“Buat nakutin? Jadi itu bukan pistol sungguhan pak?”
“Bukan. Ini cuma mainan, kayak yang dibilang begal itu tadi, tapi emang
mirip banget sama aslinya, dan suaranya juga kayak pistol asli kan?”
“Oh gitu? Tapi ya apapun itu, saya cuma bisa ngucapin makasih pak. Saya berhutang budi banget sama pak Jamal.”
“Ah udahlah, nggak usah dipikirin.”
Saat sampai di rumah, Arum menyerahkan kunci motor dan juga
surat-suratnya kepada Jamal. Jamalpun pergi tanpa mampir, katanya tak
enak dengan tetangga, apalagi saat itu aku memang belum pulang.
Saat aku pulang, dan kulihat tidak ada motornya di garasi, sempat
kutanyakan kepada Arum, dan dia bilang kalau motornya bocor dan terpaksa
ditinggal di kantor, tadi dia pulang diantar oleh Jamal. Saat itu Arum
tidak menceritakan kejadian yang sesungguhnya, karena takut membuatku
khawatir. Pakaiannya yang sudah hilang semua kancingnya juga
disembunyikan, sedangkan bhnya yang robek juga sudah dibuang.
Sejak saat itulah Arum menjadi semakin dekat dengan Jamal di kantor.
Rasa hutang budinya lah yang membuatnya seperti itu. Jamal sendiri
terlihat lebih perhatian kepada Arum, tapi masih dalam batasan yang
wajar. Tak pernah Jamal menggodanya, mengajaknya pergi berdua juga tak
pernah. Paling mentok Arum diajak makan siang, itupun tak pernah hanya
berdua, selalu ramai-ramai dengan teman kantornya yang lain.
Sampai peristiwa itu akhirnya terjadi juga. Minggu lalu tepatnya, saat
itu Jamal mendapat undangan untuk mengikuti seminar di luar kota.
Undangan itu untuk 2 orang, dan Jamal akhirnya mengajak Arum. Arum
sebenarnya merasa tak enak kalau harus pergi hanya berdua saja, tapi
mengingat kebaikan dan jasa Jamal kepadanya, Arum juga tak sampai hati
menolaknya.
Akhirnya Arum minta ijin kepadaku. Saat itu aku mengijinkan karena Arum
bilang selain dia dan Jamal, ada 2 orang lagi yang pergi bersama mereka.
Akupun tak menaruh curiga sama sekali, dan saat itu tak ada prasangka
buruk sama sekali. Arum berangkat pada hari kamis, dan baru akan pulang
hari minggunya.
Dia dan Jamal berangkat ke kota ini dengan menggunakan mobil Jamal.
Perjalanan yang mereka tempuh sekitar 3 jam. Dalam perjalanan itu Arum
juga tak melihat ada hal yang mencurigakan dari Jamal, semua terasa
biasa. Kecuali memang Jamal mulai sedikit terbuka dalam bicara, tidak
seformal saat di kantor. Tapi itu menurut Arum masih wajar, karena tidak
menyinggung hal yang bersifat pribadi.
Sesampainya di tempat tujuan, mereka langsung menuju ke hotel yang
menjadi tempat acara. Rupanya panitia hanya menyiapkan 1 kamar untuk 1
undangan, yang artinya Arum harus sekamar dengan Jamal. Tapi saat itu
Jamal menolak dan meminta 2 kamar meskipun harus membayar. Akhirnya
setelah negosiasi yang cukup alot dengan pihak panitia dan hotel, mereka
mendapatkan 2 kamar yang bersebelahan dan dihubungkan oleh sebuah
connecting door.
Arum merasa lega karena tak harus sekamar dengan Jamal. Dia juga semakin
menaruh respek pada Jamal karena dia yang berusaha agar tak sampai
sekamar dengannya. Terlihat Jamal sangat menghormati Arum. Padahal saat
itu, setelah acara berlangsung baru Arum tahu kalau selain mereka, ada
beberapa pasang peserta yang statusnya sama seperti dirinya dan Jamal,
yaitu atasan dan bawahan, tapi mereka tetap sekamar.
“Yaa, kamu tahulah Rum, apa yang akan mereka lakukan jika sekamar kan?”
“Hmm, tapi mereka bukan pasangan yang sah kan pak?”
“Ya jelas bukan. Mereka pasangan selingkuh, selingkuh yang
terfasilitasi. Kayak gitu udah bukan hal yang aneh Rum, udah sering aku
lihat yang kayak gitu.”
Arum hanya mengangguk saja, semakin besar rasa hormatnya kepada Jamal.
Acara yang diikuti oleh Arum sebenarnya terasa membosankan. Seminar
dimulai hari jumat pagi, itupun hanya sampai sore jam 3. Setelah itu
peserta bebas mau apa saja. Sedangkan hari sabtunya, acaranya santai,
hanya senam bersama, setelah itu penutupan. Tapi karena sudah terlanjur
booking hotel sampai hari minggu, jadi mereka tetap stay disini. Apalagi
katanya malam harinya bakal ada acara hiburan.
Arum sebenarnya sudah ingin pulang, karena merasa acara ini sama sekali
tak ada manfaatnya untuk dia, tapi dia merasa tak enak dengan Jamal,
sehingga terus saja mengikuti setiap acara sampai selesai.
Pada sabtu pagi, setelah senam bersama, saat sedang beristirahat
tiba-tiba ada seseorang yang mendekati Arum. Arum tidak mengenalnya,
tapi lelaki itu berkali-kali coba menggoda Arum, menanyakan dengan siapa
datang kesini, sampai menanyakan nomer handphone ataupun PIN BBM Arum,
yang sama sekali tak diberikan, namun orang itu mulai memaksanya.
“Ehem, ada apa ya pak? Kok mepet-mepet istri saya dari tadi?”
Tiba-tiba Jamal datang dari belakang orang itu. Orang itu sempat terkejut, lalu kembali bersikap santai.
“Oh, jadi ini istri anda? Saya tidak tahu ada peserta yang suami istri
disini, apa benar ini istri anda?” orang itu meragukan pernyataan dari
Jamal.
“Hmm, jadi apa yang bisa saya buktikan kepada anda supaya percaya kalau
dia benar-benar istri saya?” ucap Jamal yang tiba-tiba langsung memeluk
dan mencium pipi Arum.
Arum sempat terkejut tapi dia tahu Jamal melakukan itu untuk meyelamatkan situasi, karena itulah dia balas memeluk Jamal.
“Oh maaf kalau begitu. Saya hanya mengagumi istri anda. Istri anda
benar-benar mempesona. Ya sudah kalau begitu, saya permisi dulu. Dan
saya minta maaf kalau sudah bikin anda tidak nyaman nyonya.”
Pria itu segera pergi setelah mendapat jawaban dari Arum berupa
senyuman. Tanpa menunggu lama Jamal yang masih memeluk tubuh Arum
mengajaknya pergi. Setelah agak jauh, dia melepaskan pelukan itu dan
minta maaf pada Arum.
“Rum, maaf banget ya kalau aku udah lancang. Aku sama sekali nggak ada
maksud apa-apa, hanya saja itu satu-satunya cara biar lelaki itu percaya
dan segera pergi.”
“Iya pak, nggak papa, saya maklum kok.”
“Dia itu Bonar, pemimpin salah satu dinas pemerintahan di kota ini. Dia
sudah terkenal playboy, suka main cewek. Di acara kayak gini, selain
dengan pasangan yang dia bawa, dia udah sering nyari wanita lain buat
dia tiduri.”
“Jadi, pak Jamal kenal sama dia?”
“Kenal sih nggak, cuma tahu aja. Reputasi buruknya itu udah banyak yang
tahu. Karena itulah aku harus bertindak kayak gitu tadi, jadi, aku minta
maaf ya?”
“Oh iya pak. Harusnya saya yang berterima kasih sama bapak.”
Meskipun sebenarnya ada rasa tidak terima, karena Jamal adalah lelaki
pertama yang mencium Arum selain aku, tapi mempertimbangkan kondisinya
tadi, dia bisa menerimanya, bisa memakluminya. Hal itu memang sepertinya
dilakukan untuk menghindarkan bahaya yang lebih jauh untuk Arum.
Tapi karena mereka masih berada di hotel itu sampai keesokan harinya,
mau tak mau jika keluar kamar, Arum harus mau bersikap lebih mesra
dengan Jamal. Mereka makan siang di restoran hotel, dan kebetulan sekali
meja makan yang mereka tempati berdekatan dengan pria yang tadi
mendekati Arum. Pria itu duduk dengan seorang wanita cantik, tapi
terus-terusan melirik ke arah Arum, membuat Arum merasa tak nyaman. Tapi
genggaman tangan dari Jamal bisa sedikit menenangkannya.
Saat itu, sekali lagi Jamal berbisik kepada Arum. Dia meminta maaf tapi
mereka harus berakting layaknya suami istri. Arum bingung harus bersikap
seperti apa, karena selama ini dia hanya pernah berhubungan denganku.
Sebelumnya, Arum tak pernah berpacaran. Melihat kebingungan Arum, Jamal
terus menggenggap tangan Arum, dan lama kelamaan itu membuatnya nyaman.
Yang membuat Arum risih sebenarnya bukan genggaman tangan Jamal, tapi
lelaki yang tadi menggodanya, tak pergi juga dari tempatnya, padahal
sang wanita yang duduk bersamanya sudah berulang kali mengajaknya pergi.
Akhirnya justru Jamal yang berinisiatif mengajak Arum pergi. Lega sudah
rasanya, terbebas dari tatapan liar lelaki itu, meskipun Arum kembali
harus merelakan tubuhnya dipeluk oleh Jamal.
Setelah makan siang itu Arum dan Jamal kembali ke kamar mereka
masing-masing. Tak banyak yang dilakukan oleh Arum. Dia sempat beberapa
kali berkirim pesan denganku, tapi karena aku sedang kerja jadi tak bisa
langsung membalasnya. Meskipun hari sabtu, dan meskipun aku kerja di
swasta, tapi aku tetap masuk seperti biasa.
Hingga sejam lebih Arum berdiam diri di kamar sampai akhirnya ada WA masuk dari Jamal.
“Arum, kamu lagi sibuk nggak?”
“Nggak pak, ada apa?”
“Kamu bosen nggak sih? Aku bosen banget nih. Gimana kalau kita keluar, sekalian cari oleh-oleh?”
Arum sempat berpikir sejenak. Dia memang belum berpikir untuk mencari
oleh-oleh, karena juga keluar kota memang dia jarang sekali pulang
membawa oleh-oleh. Tapi karena dia juga merasa bosan di kamar, akhirnya
dia menyetujui usul dari Jamal.
“Boleh pak, kebetulan saya juga lagi bosen.”
“Ya udah, 10 menit lagi ya.”
Tanpa menjawab Arum merapikan dirinya. 10 menit kemudian dia sudah
berjalan ke lift dengan Jamal. Dan sialnya lagi, di lift mereka bertemu
dengan lelaki yang dari tadi pagi menggoda Arum. Lagi-lagi Arum harus
berakting layaknya istri dari Jamal. Jamalpun tanggap, dan langsung
merangkul Arum. Sampai di bawah mereka cepat-cepat keluar hotel dan
menuju ke parkiran.
Sekitar 2 jam mereka berkeliling mencari oleh-oleh. Sebenarnya tak
banyak yang dibeli, mereka menghabiskan waktu agar tak buru-buru kembali
ke hotel dan menghadapi rasa bosan lagi disana. Saat jalan-jalan itu,
entah sadar atau tidak tangan Arum tak lepas dari genggaman Jamal. Tapi
hanya sebatas itu, tidak lebih. Saat itu Arum berpikir kalau Jamal
mungkin ingin menjaganya, karena kondisi di tempat mereka jalan-jalan
yang cukup ramai.
Dalam perjalanan pulang mereka banyak bercanda. Suasana diantara
keduanya sudah lebih cair dari biasanya. Arum juga sudah mulai bisa
menanggapi candaan Jamal, yang sebelumnya selalu dia tahan-tahan. Sampai
di hotel, mereka kembali ke kamar masing-masing. Sebelumnya Jamal
sempat bertanya apakah Arum ikut acara makan malam atau tidak.
“Rum, nanti kan ada gala dinner, kamu mau ikut nggak?”
“Hmm, nggak tahu pak. Pak Jamal ikut nggak? Kalau pak Jamal ikut kan berarti saya harus ikut.”
“Aku sih dapet undangan. Tapi kalau kamu capek ya istirahat aja nggap papa.”
“Hmm, kalau gitu saya ikut aja deh pak.”
“Ya udah kalau gitu, dandan yang cantik ya.”
“Hehe, siap boss.”
Jam 7 malam Arum sudah bersiap. Seperti pesan Jamal tadi, malam ini dia
berdandan cukup cantik. Belum pernah sebelumnya dia berdandan secantik
itu untuk urusan dengan orang kantornya, termasuk Jamal. Biasanya dia
berdandan seperti itu jika pergi denganku. Arum kemudian keluar kamar,
dimana Jamal sudah menunggunya.
“Wow, kamu bener-bener beda malem ini, cantik banget,” puji Jamal.
“Makasih pak,” jawab Arum tersipu.
“Ya udah yuk?”
Jamal menggerakkan tangannya, tanda meminta Arum untuk merangkulnya.
Arumpun tanpa sungkan lagi melakukannya, jadilah mereka berjalan
bergandengan. Acara makan malam itu tidak terlalu ramai, karena tidak
semua peserta seminar mendapat undangan. Hanya orang-orang tertentu,
yang menurut Arum mereka adalah para senior. Bahkan Jamal terlihat
paling muda diantara mereka.
Semua mata tampak tertuju pada pasangan Jamal dan Arum. Para lelaki
tampak mengagumi kencantikan Arum malam ini, dan itu membuatnya senang.
Terlebih Jamal, dia terlihat merasa bangga dengan kondisi itu.
Makan malam itu berlangsung singkat. Sebenarnya, setelah acara makan
malam masih ada lagi acara hiburan, tapi Jamal kemudian mengajak Arum
untuk kembali ke kamar saja.
“Rum, masih mau disini apa balik ke kamar?”
“Pak Jamal gimana?”
“Aku bosen disini, balik aja yuk?”
“Ya udah pak, saya juga, hehe.”
Akhirnya mereka berdua kembali ke kamar. Tapi Jamal mengajak Arum untuk
masuk ke kamarnya. Awalnya Arum sempat ragu, tapi Jamal bilang dia hanya
ingin ada teman ngobrol saja, karena belum mengantuk, Arumpun akhirnya
mau.
Di dalam kamar, Jamal menyalakan TV dan terlihat mengeluarkan sebuah
botol dari dalam kulkas. Dia menyiapkan 2 buah gelas, lalu menuangkan
isi botol itu ke masing-masing gelas, lalu memberikan salah satunya
kepada Arum.
“Ini apa pak?”
“Itu cuma wine, tenang aja nggak ada alkoholnya kok, aman,” jawab Jamal sambil tersenyum.
Arum termasuk wanita yang lugu, dan dia percaya saja dengan ucapan
Jamal. Dia sama sekali tak mengerti minuman-minuman seperti itu. Dia
hanya pernah mendengar kalau minuman keras itu rasanya pahit, saat dia
mencicipi minuman itu ternyata rasanya enak, dan diapun menegaknya.
Mereka kemudian terlibat obrolan santai, sampai tanpa disadar Arum dia
sudah beberapa kali mengisi gelasnya. Dan kini, dia mulai merasakan
kepalanya pusing, dan tubuhnya agak menghangat. Dia juga merasa kalau
badannya mulai lemas, bahkan tanpa sengaja dia menjatuhkan gelas yang
dipegangnya.
“Loh kamu kenapa Rum?”
“Hmm nggak tahu pak, rasanya pusing, dan badan saya lemas.”
“Waduh, kayaknya kamu kebanyakan minum ini deh. Mau balik ke kamar aja?”
“Iya pak, tapi saya lemes banget.”
“Ya udah, ayo aku bantu.”
Jamal kemudian menghampiri Arum. Dia bantu Arum untuk berdiri, tapi
karena tubuh Arum yang lemas, dia malah jatuh ke pelukan Jamal. Arum
yang merasa pusing hanya menutup matanya. Dia hanya merasa kalau
tubuhnya diangkat oleh Jamal, lalu direbahkan di ranjang. Dia tak tahu
itu ranjang di kamarnya, atau masih di kamar Jamal. Dia masih menutup
matanya karena masih pusing.
Arum kemudian merasakan kalau sepatu hak tinggi yang dipakainya mulai
lepas satu persatu dari kakinya. Setelah itu dia merasa ranjangnya
bergoyang. Saat membuka mata, ternyata Jamal sudah berada di sampingnya.
“Kamu masih pusing?”
Arum hanya mengangguk dengan tatapan sayu. Jamal hanya tersenyum.
“Ya udah, tutup lagi aja mata kamu, aku bantu biar pusingnya hilang.”
Arum tak mengerti apa maksud Jamal, tapi dia menuruti saja kata-kata
lelaki itu. Saat Arum menutup matanya, dia merasakan keningnya dipijat
oleh Jamal dengan lembut. Pijatan itu mulai membuatnya rileks, sehingga
dia diam saja dan tetap terpejam.
Pijatan Jamal kemudian turun ke tengkuk Arum. Karena posisinya agak
susah, Jamal mengarahkan kepala Arum agar menengok ke samping, sehingga
dia bisa memijat tengkuknya. Tengkuk Arum adalah salah satu titik
sensitifnya. Dia suka tidak tahan kalau disentuh di bagian itu, tapi
saat ini dia justru merasakan nyaman dari sentuhan Jamal itu.
“Hhmmm...”
Arum bergumam tak jelas saat Jamal terus memijat tengkuknya.
Perlahan-lahan Arum merasa semakin nyaman, dan tak tahu lagi apa yang
sedang dilakukan oleh Jamal. Sampai akhirnya Arum terkejur dan membuka
matanya. Dia terbelalak karena tangan Jamal yang tadi memijat tengkuknya
kini sudah berada di payudaranya, sedang meremasnya.
“Bapak ngapain? Jangan paaak..”
“Udah kamu rileks aja sayang, ini biar pusingmu hilang.”
Arum berusaha berkelit. Dia berusaha menggerakkan tangannya untuk
menepis tangan Jamal, tapi tangannya sangat lemas, tak bertenaga, jadi
hanya terkesan Arum memegang tangan Jamal tanpa berusaha
menyingkirkannya.
“Udah Arum sayang, kamu jangan nolak ya. Inget lho, kalau bukan karena
aku, kamu udah diperkosa para begal itu tempo hari. Anggep aja ini balas
budimu kepadaku.”
“Paak jangan gini, saya udah punya suami.”
“Iya aku tahu, dan karena itu aku makin penasaran sama kamu, sama tubuh kamu.”
“Paaak jangaahhmmmpp...”
Tak sampai menyelesaikan ucapannya, bibir Arum langsung dilumat oleh
Jamal. Lelaki itu menciumi bibir istriku dengan sangat bernafsu. Hilang
sudah sosok Jamal yang simpatik dan membuat Arum menaruh rasa hormat,
berganti dengan Jamal yang bagaikan binatang buas yang siap menerkam
mangsanya yang sudah tak berdaya.
Mendapati kondisinya yang lemah dan tak bisa melawan itu membuat Arum
menangis. Air matanya turun tak tertahan. Dia berusaha mengatupkan
bibirnya namun terlambat, lidah Jamal sudah masuk menjelajah isi mulut
istriku. Cukup lama Jamal mengecup madu kenikmatan dari bibir istriku,
kemudian melepaskannya. Tawanya terlihat sangat memuakkan bagi Arum saat
ini.
“Sudahlah, kamu pasrah saja sayang. Kalau kamu nggak mau nurut, aku
bakal kasih tubuh kamu ke begal-begal suruhanku tempo hari itu.”
Betapa terkejutnya Arum mendengar ucapan Jamal. Rupanya para begal itu
adalah suruhannya. Itu berarti semua ini sudah direncanakan dengan
matang oleh Jamal. Pantas saja waktu itu para begal itu dengan mudah dia
kalahkan. Bahkan saat kabur, tak satupun barang berharga milik Arum
yang dibawa. Kini Arum menyesali dirinya sendiri, yang dengan polosnya
masuk ke perangkap Jamal.
Jamal kemudian berdiri dan melepaskan pakaiannya satu persatu.
Kesempatan ini ingin digunakan Arum untuk kabur. Tapi sekali lagi,
badannya sudah terlalu lemas, tak mampu bergerak. Dia akhirnya hanya
bisa menatap tubuh Jamal yang sudah telanjang bulat dengan sangat
ketakutan. Dia bisa melihat penis Jamal yang belum sepenuhnya ereksi,
tapi besarnya sudah sama seperti punyaku yang sudah tegang maksimal.
Tidak heran memang, karena selain fisik Jamal yang lebih tinggi dan
besar daripada aku, dia juga masih memiliki darah keturuan India dari
keluarga ayahnya, pantas barang pusakanya pun lebih besar dan panjang
daripada punyaku.
Jamal kemudian bergerak lagi menindih Arum. Dia kemudian langsung
mencumbui Arum. Arum hendak menolak, hendak melawan, tapi sama sekali
tak bisa. Hanya air matanya yang terus turun sampai membasahi jilbabnya.
Dalam cumbuannya itu, Jamal juga mulai melolosi pakaian Arum satu
persatu. Gaun panjang Arum dia buang begitu saja, begitu juga dengan bh
dan celana dalamnya. kini Arum hanya tinggal memakai jilbab yang sengaja
tak dilepas oleh Jamal. Jamal sesaat memandangi tubuh istriku yang
indah. Tubuh Arum langsing, perutnya masih rata. Buah dada 34B nya masih
sangat kencang. Pinggulnya melebar sempurna, dengan bokong yang sangat
montok. Rambut kemaluannya selalu dicukur habis sehingga terlihat sangat
mulus. Ditambah kulitnya yang putih bersih tanpa cacat, membuat nafsu
Jamal membuncah tak karuan.
Tanpa menunggu lebih lama, Jamal langsung menyerang tubuh istriku yang
lemah tak berdaya. Tak seinchipun jengkal tubuh Arum yang terlewat dari
jelajahan lidahnya. Arum merasa bergidik dengan kelakuan Jamal. Dia
berkali-kali memohon agar Jamal menghentikan perbuatannya itu. Tapi
siapa yang mau mendengar, saat tubuh sempurna seorang bidadari tergolek
tanpa penutup di depannya.
“Aaaaah paaak jangaaaann...”
Arum merintih pelan saat kedua kakinya dibuka lebar oleh Jamal. Tak
menunggu lama Jamal dengan lidahnya langsung menjilati bibir kemaluan
Arum, sesuatu yang belum pernah aku lakukan sebelumnya. Ini adalah
pertama kalinya organ kewanitaan Arum mendapatkan jilatan seorang
lelaki, dan itu bukan dari aku, suaminya.
Arum merasakan sangat geli, tapi juga sangat terhina. Dia makin
menangis, mendapati tubuh yang selama ini dia jaga hanya untukku, dengan
bebas dijamah oleh orang lain, tanpa sedikitpun dia bisa melawan.
Jilatan Jamal terasa luar biasa bagi Arum, tapi dia mencoba untuk
menolak rasa itu. Dia masih mengingat statusnya sebagai istriku, dan
mengingat kondisi ini adalah tak ubahnya sebuah perkosaan.
Tapi Arum hanya perempuan biasa yang memiliki batasnya. Akhirnya
permainan lidah Jamal yang sudah sangat berpengalaman itu mampu menjebol
pertahanan Arum. Tanpa bisa ditahan lagi, gelombang orgasme Arum datang
begitu saja, dan Jamal dengan rakus menjilati cairan dari vagina Arum
itu.
Sudah begitu, Jamal tak langsung menghentikan perbuatannya. Dia masih
mengulanginya, sampai akhirnya Arum mendapatkan orgasmenya yang kedua,
yang membuat nafasnya begitu terengah. Dia bahkan sampai menutup
matanya, antara menikmati rasa nikmat itu, dan rasa penyesalan karena
tak bisa mengontrol dirinya, hingga dibuat orgasme oleh pria lain.
Arum kembali membuka mata saat dia rasakan tubuh Jamal mulai bergerak.
Dia mulai semakin merasa ketakutan saat tubuh lelaki itu mulai
disejajarkan dengan pinggangnya. Jamal mulai menggesek-gesekkan ujung
penisnya yang besar itu di bibir vagina Arum yang sudah cukup basah.
Arum semakin menangis dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Jangan paaak, sayaa mohon jangaaaan...”
“Hahaha, udah nikmatin aja sayang. Aku hanya ingin memberimu kenikmatan, bukan menyakitimu.”
“Jangan paaa aaaaaakkkhhhh...”
Arum mulai menjerit saat kepala penis yang besar itu mulai menyeruak
masuk ke bibir vaginanya. Arum merasakan sakit saat penis itu masuk
meskipun baru kepalanya saja, karena ukurannya yang terlalu besar
untuknya.
“Uuugh, sempit bener sayang, bener-bener nikmat.”
“Aaahh udaahhh, jangaan lagiiii...”
Tak mengindahkan kata-kata Arum, Jamal terus menekankan penisnya
perlahan hingga setengahya tertanam di vagina Arum. Arum semakin
kelojotan, kepalanya sampai terangkat, bibirnya terbuka lebar dan
matanya tertutup rapat. Separuh penis Jamal sudah sangat menyakitinya,
dan kata Arum, itu sudah seperti penisku yang hampir masuk semuanya.
“Aaaaarrrggghhhh...”
Pekik Arum saat tiba-tiba penis itu amblas semua di dalam vagina Arum.
Air mata kembali turun mengalir dari matanya. Sakit dan perih, itulah
yang dirasakan Arum di kemaluannya. Penis ini terlalu besar untuknya.
Dia merasa seperti ada bagian dari vaginanya yang dibuka dengan paksa,
yang selama ini tak terjangkau olehku. Dia juga merasakan kepala penis
Jamal mentok sampai menekan bibir rahimnya, dan itu sangat menyakitkan
untuknya.
“Gilaa, memek kamu bener-bener nikmat Rum. Lebih nikmat daripada yang
pernah aku bayangkan selama ini,” ucap Jamal sambil mulai menciumi bibir
Arum yang hanya bisa pasrah. Dia masih mendiamkan penisnya, membiarkan
dinding vagina Arum beradaptasi dengan ukuran penisnya.
“Pak, lepasin aja jilbabku, aku mohon,” ucap Arum. Dia masih cukup sadar
untuk hal itu. Dia tidak mau dizinai oleh orang lain dengan masih
memakai penutup kepalanya. Dia tak ingin merasa semakin berdosa dengan
memakainya.
“Nggak, aku kepengen ngentotin kamu dengan masih pake jilbab. Nanti, aku
juga pengen ngentot kamu dengan seragam dinasmu. Aku udah lama mimpiin
ini Rum, aku makin nafsu kalau kamu berpakaian seperti itu, dan tanpa
melepas jilbabmu.”
Arum berusaha meraih jilbabnya sendiri untuk melepaskannya, tapi tangannya ditahan oleh Jamal.
“Jangan melawan, atau aku bener-bener akan kasih tubuh kamu ini ke para
begal itu. Mereka itu preman jalanan yang sering tidur sama pelacur
pinggir jalan, tanpa pengaman. Entah mereka punya penyakit atau tidak.
Coba kamu bayangin, seorang istri yang setia, istri yang alim seperti
kamu, tiba-tiba terkena penyakit seksual, apa kata suamimu coba?”
Arum mendelik tak percaya dengan ucapan Jamal. Dia tak percaya betapa
jahatnya orang yang sebelumnya sangat dia percaya dan hormati itu. Tapi
di dalam hati Arum juga muncul ketakutan, kalau Jamal benar-benar
melakukan ancamannya itu. Dia tak ingin terkena penyakit seperti apa
yang dikatakan Jamal, sehingga perlahan perlawanannya pun runtuh sudah.
Arum pasrah, dan hanya bisa menangis. Melawan sudah tak ada gunanya,
vagina yang selalu dia jaga hanya untukku, telah berhasil dimasuki paksa
oleh orang lain.
Kepasrahan Arum membuat Jamal tersenyum penuh kemenangan. Dia langsung
menciumi wajah Arum. Bahkan tanpa merasa jijik, dia menjilati setiap air
mata Arum yang mengalir dari matanya. Hal itu yang malah membuat Arum
jijik. Sejurus kemudian Jamal mulai menggerakan pinggulnya maju mundur
perlahan. Arum hanya bisa mengatupkan bibirnya rapat-rapat, menahan
desahan dan rintihan. Dia masih merasakan sakit di liang kewanitaannya
itu.
Tapi rupanya Jamal memang bukan anak kemarin sore, dia adalah lelaki
yang berpengalaman dalam menaklukan wanita. Dia tahu bagaimana cara
membuat wanita seperti Arum bertekuk lutut, kalah total kepadanya.
Sambil terus menggenjot tubuh Arum, dia mulai merangsang bagian-bagian
sensitif tubuh Arum. Mudah saja baginya untuk menemukan titik-titik
rangsangan itu.
Dia jilatin daerah sekitar leher Arum, dia remas lembut kedua payudara
Arum, dan dia mainkan kedua puting susunya yang masih berwarna cokelat
muda itu. Dan lagi-lagi, Arum hanyalah seorang wanita biasa, dimana
pengalaman seksnya hanya sebatas apa yang selama ini dia lakukan
denganku. Dia dengan mudah terangsang oleh semua perbuatan Jamal, hingga
tubuhnya mulai merespon gerakan pinggul Jamal.
Melihat hal itu Jamal semakin tersenyum lebar, sementara Arum semakin
menangisi kekalahannya. Jamal mulai meningkatkan tempo goyangannya, dan
gerakan penisnya semakin lancar karena vagina Arum juga sudah semakin
basah. Rasa sakit yang tadi mendera Arum perlahan mulai menghilang, tapi
dia masih berusaha keras untuk tidak memperlihatkannya. Dia masih
mempertahankan statusnya sebagai istri setia, yang berusaha tidak
menikmati saat sedang disetubuhi paksa oleh pria lain.
Dan sekali lagi, pertahanan Arum jebol lagi setelah sekitar 5 menit
digoyang oleh Jamal dengan tempo yang sedang. Arum memalingkan wajahnya
saat akan merasakan orgasme, tapi tangan Jamal menahannya, sehingga mau
tak mau Arum memperlihatkan ekspresinya ketika orgasme kepada Jamal, dan
itu semakin membuat Jamal bernafsu. Jamal tak memberi kesempatan kepada
Arum untuk menikmati orgasmenya, tapi dia langsung menyerang Arum lagi
dengan kecepatan yang lebih tinggi.
Arum kelabakan, desahannya mulai tak tertahan. Beberapa kali dia tak
kuasa membiarkan desahannya terdengar oleh Jamal. Setiap desahan dari
mulut Arum seperti perangsang bagi Jamal untuk terus meningkatkan
temponya, hingga akhirnya 3 menit kemudian Arum kembali menyerah dalam
birahinya.
“Ssssshhhhhh aaaaaaaaahhhhhhh...”
Kali ini Arum tak dapat menahan desahannya ketika orgasmenya melanda
lagi. Dari lelaki yang bukan suaminya itu, dia sudah 4 kali orgasme,
jumlah yang sama dengan yang biasa dia dapat saat bersetubuh denganku.
Tapi bedanya, kalau biasanya Arum orgasme sebanyak itu dan aku sudah
menyemburkan spermaku, saat ini Jamal terlihat belum apa-apa. Lelaki itu
tersenyum penuh kemenangan melihat Arum susah payah mengatur nafasnya.
Jamal menghentikan gerakannya, kemudian mencium bibir Arum. Kali Arum
membiarkan saja, dan sedikit membalas ciuman dari Jamal itu.
“Aku mau keluar, di dalam atau dimana?” bisik Jamal.
“Jangan, jangan di dalam, tolong jangan di dalam,” pinta Arum memelas.
Jamal tak menjawab, dia hanya tersenyum, lalu mencabut penisnya. Tak
membuang waktu, Jamal membalikkan tubuh Arum hingga tengkurap. Dia tarik
pantat Arum, lalu menaruh sebuah bantal untuk membuat pantat itu tetap
menungging, karena Arum masih dalam keadaan lemas. Arum sudah pasrah
akan dimasuki lagi vaginanya oleh Jamal, tapi kemudian dia terkejut saat
merasakan sesuatu yang lain.
“Paaak, saya mohon, jangan disituu...” ucap Arum panik.
Arum panik karena merasakan sesuatu yang keras menggesek bibir analnya,
bukan di bibir vaginanya. Arum tentu ketakutan, karena belum pernah
sekalipun lubang belakang itu aku gunakan. Dia tak bisa membayangkan
betapa sakitnya lubang yang sempit itu dimasuki penis Jamal yang begitu
besar.
“Ooh, jadi yang disini masih perawan ya? Baiklah, malam ini akan aku perawani lubang belakangmu sayang, hahaha.”
“Jangan pak, jangaaaan...”
Permohonan Arum sama sekali tak digubris oleh Jamal. Dia terus saja
mencoba memaksa menekankan kepala penisnya yang besar di lubang anus
Arum yang masih sangat sempit. Arum berusaha menghindar, tapi kedua
tangan Jamal dengan kuat memegangi pinggangnya. Apalagi saat ini tubuh
Arum benar-benar masih lemah, efek dari minuman tadi, dan rasa lelah
setelah dibuat berkali-kali orgasme oleh Jamal.
“Aaarrgghh sakiiiit.. udaah paaak, udaaah sakiiiiiittt...”
Teriakan Arum terdengar, namun tak terlalu keras karena masih lemah. Dia
berteriak saat kepala penis Jamal berhasil membuka sedikit lubang
pantat itu, dan itu sangat membuat Arum kesakitan. Jamal bukannya
berhenti, malah terus melanjutkan aksinya. Penis itu perlahan-lahan
semakin masuk. Arum semakin kesakitan, dia menjerit. Tangannya sampai
meremas kuat sprei putih ranjang itu. Sementara itu Jamal juga meringis
merasakan betapa ketatnya lubang pantat Arum mencengkram penisnya.
“Aaaahh bangsaaat, sempiit bangeeet...”
“Aaaaaaaarrrkkkkkhhhhh...”
Lengkingan jeritan Arum terdengar saat penis itu berhasil masuk
sepenuhnya di lubang anus Arum. Dia menangis sejadi-jadinya. Rasa sakit
yang teramat sangat, bahkan lebih sakit daripada saat aku perawani dulu,
dan juga saat pertama kali tadi penis Jamal mempenetrasi lubang
vaginanya.
Jamal mendiamkan penisnya sejenak, karena dia juga merasakan nyeri di
penisnya. Tapi lebih daripada itu, Jamal merasakan kenikmatan yang tiada
tara. Bahkan Jamal tertawa gembira saat melihat ada lelehan cairan
merah yang keluar dari lubang anus Arum, darah.
Setelah beberapa saat mendiamkan penisnya, Jamal mulai bergerak maju
mundur dengan perlahan. Dia tak peduli tangis kesakitan dari Arum, dia
terus menjejalkan penisnya di lubang sempit yang baru saja dia perawani
itu. Jamal bahkan beberapa kali memukul pantat Arum yang montok,
meninggalkan bekas kemerahan disana.
Lima menit lebih Jamal memperkosa anus Arum, dan Arum sama sekali tak
merasakan apapun selain rasa sakit yang teramat sangat. Arum belum
berhenti menangis, dan Jamal belum berhenti bergoyang. Menit ke 8
gerakan Jamal mulai semakin liar. Arum tahu Jamal akan segera
memuntahkan spermanya, tapi dia tak peduli, dia hanya bisa merasakan
sakit yang teramat saat ini.
“Aaahhh Arruuumm, sayaaaaang, aku keluaaaaarrrr...”
Arum menutup erat bibirnya, saat dia rasakan cairan kental dan hangat
beberapa kali menyembur di dalam lubang anusnya. Cukup banyak cairan itu
keluar, hingga tak tertampung dan meluber keluar. Jamal pun tak
berlama-lama membiarkan penisnya disitu, dia menariknya keluar, hingga
cairan spermanya pun ikut mengalir keluar bersama dengan darah dari
lubang anus Arum.
“Luar biasa, benar-benar nikmat Rum. Jauh melebihi apa yang aku kira. Tubuhmu benar-benar sempurna, benar-benar nikmat.”
Tak henti-hentinya Jamal memuji Arum. Tapi Arum yang tergolek tak
berdaya masih terus menangis. Jamal membiarkannya saja, dia sendiri
mengistirahatkan dirinya. Setelah cukup lama, Jamal mengangkat tubuh
Arum ke kamar mandi. Sebelumnya dia menarik lepas jilbab Arum sehingga
rambut panjangnya tergerai bebas.
Di dalam kamar mandi, Jamal memandikan tubuh Arum, membersihkan kedua
lubang di pangkal pahanya. Arum merasakan perih saat air dari shower
menyentuh lubang kemaluan dan anusnya, tapi dia tak bisa berbuat
apa-apa, hanya pasrah dengan apa yang dilakukan oleh Jamal.
Setelah membersihka tubuh Arum, Jamal kembali mengangkat tubuhnya, dan
membaringkannya lagi di ranjang. Barulah disitu Arum menyadari kalau dia
masih berada di kamar Jamal, belum pindah ke kamarnya sendiri.
Setelah cukup pulih, Jamal meminta Arum untuk memakai kembali pakaiannya
yang tadi, lengkap dengan jilbabnya. Tapi bukannya membiarkan Arum
kembali ke kamar, Jamal kembali menyetubuhi Arum dengan hanya mengangkat
ujung gaun panjangnya sampai ke pinggang dan menurunkan sedikit celana
dalamnya Arum. Dia menyetubuhi Arum dari belakang, dengan posisi
menghadap ke sebuah cermin besar. Arum dipaksa untuk melihat ke arah
cermin itu, dipaksa untuk melihat bagaimana ekspresinya ketika sedang
diperkosa oleh pria itu.
Malam itu, berulang kali Jamal menyetubuhi Arum hingga Arum tak sadarkan
diri. Berbagai posisi mereka peragakan. Arum juga dipaksa untuk
mengulum penis Jamal, sesuatu yang sangat jarang dia lakukan kepadaku.
Jamal juga sampai mengeluarkan spermanya di dalam mulut, di dalam anus,
di dalam vagina, dan di wajah Arum yang masih memakai jilbab. Permainan
mereka baru berhenti saat menjelang subuh. Arum sudah tak sadarkan diri,
dengan pakaian yang acak-acakan dan penuh dengan bercak sperma.
Siang harinya mereka terbangun sekitar jam 10. Arum kembali menangis
mendapati dirinya terbangun dalam dekapan Jamal yang masih telanjang.
Tangisan Arum rupanya membangunkan Jamal. Dia mencium mesra bibir Arum,
tanpa mendapat balasan dari Arum.
Akhirnya Arum diijinkan untuk kembali ke kamarnya, untuk bersih-bersih
dan sekalian siap-siap untuk pulang. Sebelum pulang meninggalkan hotel
itu, Arum kembali dipanggil oleh Jamal ke kamarnya. Arum mengira Jamal
akan menyetubuhinya sekali lagi, tapi ternyata bukan itu. Arum dipanggil
Jamal untuk diperlihatkan sesuatu yang lebih mengerikan lagi.
Arum terkejut bukan main saat Jamal memperlihatkan sebuah kamera yang
menampilkan adegan persetubuhan mereka. Dia baru sadar kalau apa yang
menimpanya itu ternyata direkam oleh Jamal. Hatinya semakin hancur,
karena dia yakin Jamal akan menggunakan video itu untuk mengancamnya di
kemudian Hari.
“Kamu tahu kan apa yang harus dilakukan agar video ini tak sampai tersebar?”
Arum hanya mengangguk, dan mendapat balasan tawa memuakkan dari Jamal.
Setelah itu mereka langsung pulang. Perjalanan memakan waktu 3 jam
lamanya. Sampai di depan rumahku, Arum tak langsung turun karena masih
mengulum penis Jamal. Ya, selama perjalanan, terutama saat sudah
mendekati daerah rumahku, Jamal meminta Arum untuk mengulum penisnya
sampai keluar. Dan ketika lelaki itu menyemburkan spermanya ke mulut
istriku, yang mau tak mau harus tertelan semua, barulah Arum
dipersilahkan turun.
Setelah Jamal pulang, Arum langsung masuk dan menyalamiku yang sedang
lembur mengerjakan tugas dari bosku. Aku awalnya tak begitu
memperhatikannya. Barulah setelah selesai pekerjaanku, kuperhatikan cara
jalan Arum agak aneh. Setelah kupaksa cerita, akhirnya dia menceritakan
semua ini secara gamblang.
Betapa hancurnya hatiku mendengar itu semua. Arum menangis tersedu-sedu
dan berkali-kali minta maaf kepadaku. Jelas saja aku memaafkannya,
karena ini sama sekali bukan salahnya. Ini salah Jamal, si bajingan
keparat itu. Tapi ini juga salahku. Kalau saja aku tidak memberinya ijin
untuk pergi, tidak mungkin dia mengalami nasib semalang ini. Tapi
kalaupun aku tidak mengijinkannya, Jamal pasti punya cara lain untuk
bisa menjebak Arum.
Setelah emosiku turun, akupun memeluk istriku, yang tampak masih
takut-takut kepadaku. Aku berusaha menenangkannya, meskipun hatiku
sendiri sedang dibakar oleh amarah. Aku berjanji akan membuat
perhitungan dengan Jamal, entah bagaimanapun nanti caranya. Apalagi kata
Arum, dia bukanlah satu-satunya wanita yang sudah dijebak oleh Jamal.
Selain dirinya, ada beberapa lagi teman kantornya, yang juga dijebak
dengan berbagai cara, tapi kebanyakan seperti yang dialami oleh Arum.
Arum baru tahu itu tadi dalam perjalanan, Jamal menceritakannya. Dan
dari semua wanita yang sudah berhasil ditaklukan oleh Jamal itu, sampai
sekarang masih terus melayani setiap kali Jamal meminta. Mereka, sama
seperti Arum, tak punya pilihan lain karena takut dengan ancaman video
itu. Hanya saja, cuma Arum yang mungkin berani mengatakan hal ini kepada
suaminya, yaitu aku.
“Udah umi, abi janji pasti akan buat perhitungan dengan lelaki biadab itu.”
“Tapi gimana bi? Umi takut nanti abi kenapa kenapa.”
“Abi juga belum tahu, tapi yang pasti abi nggak akan tinggal diam. Umi
nggak usah khawatir sama abi, mungkin nanti abi akan buat perhitungan,
tapi dengan bantuan orang lain, jadi abi nggak akan kenapa kenapa. Yang
penting, umi sekarang tenangin diri dulu ya?”
Arum hanya mengangguk. Aku terus menemaninya sampai dia tertidur. Dalam
benakku, aku masih bingung dengan apa yang akan kulakukan. Tapi bisa
kupastikan, aku tidak akan tinggal diam saja, aku akan menuntut balas
pada lelaki jahanam itu, akan kubuat dia menyesal karena telah berani
menyentuh istriku.
No comments:
Post a Comment